Dusta

Dahulu kala di daratan cina ada seorang yang berhasil menjadi anggota sebuah orkes kerajaan, meskipun ia tidak dapat bermain suling. Setiap kali orkes itu bermain, ia menempelkan suling itu ke mulutnya lalu pura-pura bermain sekalipun tidak mengeluarkan satu bunyi pun. Ia mendapat gaji walaupun tidak terlalu besar dan menikmati hidup yang lumayan.

Kemudian pada suatu kali kaisar tertarik untuk meminta permainan solo dari setiap pemain orkes, pemain suling itu menjadi gugup, ia berpura-pura sakit tetapi tabib kaisar tidak tertipu. Pada hari ia harus menghadap raja untuk bermain solo, ia minum racun dan mati. Ia menolak mengungkap penipuannya ia lebih memilih mati untuk menyelesaikan masalahnya. Ada di antara kita yang hidup dalam kebohongan, ada di antara kita yang berjalan dalam bayangan gelap.

Kebohongan Ananias dan Safira menyebabkan kematian, mereka menjual sebidang tanah dan separoh dari hasilnya disumbangkan kepada gereja. Mereka berdusta kepada Petrus dan para Rasul dengan mengatakan bahwa tanah itu terjual untuk jumlah yang mereka sumbangkan. Dosa mereka bukan karena menyisihkan sebagian uang untuk diri sendiri tetapi karena tidak menyatakan kebenaran. Penipuan mereka berakhir dengan kematian. Lukas menulis: “Maka semua orang-orang percaya itu dan orang-orang lainnya, yang mendengar tentang peristiwa itu, menjadi takut” (Kisah Rasul 5:11).

Hasil dari penipuan masih tetap berakhir menuju kematian, bukan kematian tubuh tetapi kematian akan keakraban, kepercayaan, damai, sejahtera, kredibilitas dan harga diri. Tetapi mungkin kematian paling memilukan yang disebabkan penipuan ialah kesaksian kita apakah Allah akan memakai kita sebagai saksi kalau kita tidak berbicara sesuai kebenaran?
Begitu pula dengan kebohongan kita. Ada di antara kita yang menguburkan suatu perkawinan, mendustai suami atau istri, sebagian hati nurani kita sembunyikan karena kita ingin mendapatkan lebih dari yang lain tapi mengorbankan orang lain dan bahkan bagian yang besar dari iman kita disembunyikan untuk sebuah toleransi yang tidak berkenan di hadapan Tuhan semuanya hanya karena kita tidak mau mengatakan yang sebenarnya.

Jika kita setia dalam hal-hal kecil, Ia akan mempercayai kita dengan hal-hal yang besar.
Matius 25:21 “Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.”
Apakah kita mempunyai masalah, dimana kita sementara menimbang-nimbang untuk mengungkap kebenaran yang sesungguhnya?
Allah selalu menyatakan kebenaran, bila Ia membuat perjanjian Ia akan menepatinya. Kalau Ia membuat pernyataan, Ia berpegang pada pernyataan itu. Dan kalau Ia menyatakan kebenaran, kita dapat mempercayainya. Apa yang Ia katakan adalah benar. “Kalau kita tidak setia, Ia tetap setia, sebab tak dapat Ia bertentangan dengan diri-Nya sendiri” (2 Timotius 2:13).

Pada saat-saat kita tidak jujur tanyakan pada diri kita, apakah Tuhan akan memberkati penipuanku? Apakah Ia yang membenci kebohongan akan memberkati strategi yang dibangun atas dusta? Apakah Tuhan, yang menyenangi kebenaran, akan memberkati bisnis yang dibangun dengan kebohongan? Akankah Tuhan menghargai seorang manipulator? Akankah Tuhan membantu si penipu? Akankah Tuhan memberkati ketidak-jujuranku?
Periksalah hati kita, tanyakanlah pada diri kita apakah kita sudah jujur kepada pasangan kita dan anak-anak kita? Apakah kita sudah menyatakan kebenaran? Kalau tidak, mulailah hari ini!!
Jangan tunggu sampai besok karena riak dusta hari ini, besok akan menjadi gelombang penipuan yang akan mendatangkan banjir kematian di masa depan.


Tidak ada komentar: