The Inner Circle

Life is so hard always comes in the life of every person, whether it's old, young, big, small, child or adult it will not be overlooked and sometimes devastated building one's life, family or community, especially when the foundation of our life is only built upon a pile of sand then the tree of life we will soon be destroyed.

King Nebuchadnezzar saw an opportunity to build a stronger inner circle again in the events that harsh colonial life in his era. In Daniel 1:1-5 in the telling:
In the third year of the reign of Jehoiakim king of Judah came Nebuchadnezzar king of Babylon unto Jerusalem, and besieged it. And the Lord gave Jehoiakim king of Judah into his hand, with part of the vessels of the house of God: which he carried into the land of Shinar to the house of his god; and he brought the vessels into the treasure house of his god. And the king spake unto Ashpenaz the master of his eunuchs, that he should bring certain of the children of Israel, and of the king's seed, and of the princes; Children in whom was no blemish, but well favoured, and skilful in all wisdom, and cunning in knowledge, and understanding science, and such as had ability in them to stand in the king's palace, and whom they might teach the learning and the tongue of the Chaldeans. And the king appointed them a daily provision of the king's meat, and of the wine which he drank: so nourishing them three years, that at the end thereof they might stand before the king.

King Nebuchadnezzar strengthen the country by hiring people who come from descendant captive king, the nobility, the younger generation who have the skills and broad understanding of science. And Daniel, Hananiah, Mishael and Azariah were included. King Nebuchadnezzar was the king who did not fear God but he knows use what was available in a circle around him to improve his country is with them a decent place to assist in the care of his administration.

Collusion and nepotism do not apply in his administration and he understood the ability of every young generation capable, to be in his employ. Sometimes we as people who believe in God just do not know how to strengthen the inner circle of family life, community, church, nation and even our country. In fact we tend to damage by placing people who are not proficient in it and do not trust the younger generation who are competent to engage in it so that collusion and nepotism is rampant in all our lives.

In the countries we are most pleased to maintain the status quo, static state that deliberately to prevent the onset of instability (which is made-up) in order to defend certain interests to remain awake and in general they maintain their advantage or privilege that can not be separated, no matter whether it will harm other people or communities that to them is something that is legal. And much more sinister when the status quo prevailing in the church or our ministry.
Where there are some people who seek personal gain at the church or ministry, and usually they will not want anymore to back down or be removed from their place although clearly been violated church rules and not according to God's truth, because it is a person who believes in God and walk in truth, we need more critical attention to it.

To fix the inner circle a community, church and state, we must start earlier than most small communities of our families, in our families there should be coaching the mental, spiritual and knowledge. Change the way we think on the truth of the Word of God is to be started from the parents or ourselves before they escalate into a bigger community, and when we became a proficient in science is also the fear of God then we will be the ones used in a positive change in society, church and state.

The ministry of Jesus Christ in this world more than 3 years is not enough for the disciples. When it arrived crucifixion, wobbly the inner circle their service and Judas one of his disciples betrayed him by selling him to the priests at a price of 30 pieces of silver, the price is the price of a slave in the Old Testament. In Exodus 21:32 says: "If the ox shall push a manservant or a maidservant; he shall give unto their master thirty shekels of silver, and the ox shall be stoned.”
Peter, in Matthew 16:15-16, says: “He saith unto them, But whom say ye that I am? And Simon Peter answered and said, Thou art the Christ, the Son of the living God.” Peter's statement is inconsistent with his actions when Jesus was arrested to be crucified, Satan has entered the circle of Jesus' ministry, shake and dragged Peter and Jude also makes other disciples fled leaving him.

Circle in a faltering in the church or ministry will result in loss of attitude our fellowship with God, and make our relationship with God the more distant and dry. Even Judas in his remorse he eventually committed suicide. But Jesus in his resurrection reaffirming his ministry and restore the faith and spirit of the disciples in his ministry. Including us who want to be restored to the people who qualified, full of science and faith to be engaged in nation and state, church, community service and be a witness to the glory of God.


Lingkaran Dalam

Kehidupan yang begitu keras selalu datang dalam hidup setiap orang, entah itu tua, muda, besar, kecil, anak atau dewasa semuanya tidak akan terlewatkan dan kadang memporak-porandakan bangunan kehidupan seseorang, keluarga atau masyarakat, apalagi ketika pondasi kehidupan kita ini hanya dibangun diatas setumpuk pasir maka pohon kehidupan kita akan segera hancur.

Raja Nebukadnezar melihat suatu kesempatan untuk membangun suatu lingkaran dalam yang lebih kuat lagi dalam peristiwa-peristiwa jajahan kehidupan yang keras dijamannya. Dalam Daniel 1:1-5 di ceritakan: “Pada tahun yang ketiga pemerintahan Yoyakim, raja Yehuda, datanglah Nebukadnezar, raja Babel, ke Yerusalem, lalu mengepung kota itu. Tuhan menyerahkan Yoyakim, raja Yehuda, dan sebagian dari perkakas-perkakas di rumah Allah ke dalam tangannya. Semuanya itu dibawanya ke tanah Sinear, ke dalam rumah dewanya; perkakas-perkakas itu dibawanya ke dalam perbendaharaan dewanya.

Lalu raja bertitah kepada Aspenas, kepala istananya, untuk membawa beberapa orang Israel, yang berasal dari keturunan raja dan dari kaum bangsawan, yakni orang-orang muda yang tidak ada banyak dan yang mempunyai pengertian tentang ilmu, yakni orang-orang yang cakap untuk bekerja dalam istana raja, supaya mereka diajarkan tulisan dan bahasa orang Kasdim.
Dan raja menetapkan bagi mereka pelabur setiap hari dari santapan raja dan dari anggur yang biasa diminumnya. Mereka harus dididik selama tiga tahun, dan sesudah itu mereka harus bekerja pada raja.”

Raja Nebukadnezar memperkuat negaranya dengan mempekerjakan orang-orang tawanannya yang berasal dari keturunan raja, kaum bangsawan, generasi muda yang mempunyai kecakapan dan pengertian yang luas tentang ilmu pengetahuan. Dan Daniel, Hananya, Misael dan Azarya adalah termasuk didalamnya. Raja Nebukadnesar adalah raja yang tidak takut akan Tuhan tapi dia tahu memanfaatkan apa yang ada disekelilingnya untuk memperbaiki lingkaran dalam negaranya yaitu dengan menempatkan mereka yang layak untuk membantu dalam mengurus pemerintahannya.

Kolusi dan nepotisme tidak berlaku dalam pemerintahannya dan dia mengerti akan kemampuan setiap generasi muda yang cakap, untuk bisa di pekerjakannya. Kadang kita sebagai orang yang percaya kepada Tuhan justru tidak tahu bagaimana memperkuat lingkaran dalam kehidupan keluarga, masyarakat, gereja bahkan bangsa negara kita. Bahkan kita cenderung untuk merusak dengan menempatkan orang-orang yang tidak cakap didalamnya dan tidak mempercayai generasi muda yang cakap untuk terlibat di dalamnya sehingga kolusi dan nepotisme merajalela di dalam setiap kehidupan kita.

Di dalam negara kita paling senang untuk mempertahankan status quo, keadaan statik yang sengaja dibuat untuk mencegah timbulnya ketidakstabilan (yang di buat-buat) demi mempertahankan kepentingan-kepentingan tertentu untuk tetap terjaga dan secara umum mereka mempertahankan keuntungan atau hak istimewa mereka supaya tidak lepas, tak peduli apakah hal itu akan merugikan orang lain atau masyarakat hal itu bagi mereka adalah sesuatu yang halal. Dan lebih mengerikan lagi apabila status quo itu berlaku di dalam gereja atau pelayanan kita.
Dimana ada sebagian orang yang mencari keuntungan pribadi di dalam gereja atau pelayanan, dan biasanya mereka tidak akan mau lagi untuk mundur atau disingkirkan dari tempat mereka walaupun jelas-jelas sudah melanggar aturan gereja dan tidak sesuai dengan kebenaran Tuhan, karena itu sebagai orang yang percaya kepada Tuhan dan berjalan dalam kebenaran, kita harus lebih kritis lagi memperhatikan hal tersebut.

Untuk memperbaiki lingkaran dalam suatu masyarakat, gereja dan negara, kita harus memulainya lebih dahulu dari komunitas yang paling kecil yaitu keluarga kita, di dalam keluarga kita harus ada pembinaan mental, rohani dan pengetahuan. Perubahan cara pikir kita berdasarkan kebenaran Firman Tuhan itu harus dimulai dari orang tua atau diri kita sendiri sebelum meluas ke komunitas yang lebih besar lagi, dan ketika kita menjadi seorang yang cakap dalam ilmu pengetahuan juga takut akan Tuhan maka kita akan menjadi orang-orang yang dipakai dalam perubahan yang positif di dalam masyarakat, gereja dan negara.

Pelayanan Yesus Kristus di dunia ini kurang lebih 3 tahun tidak cukup untuk murid-muridNya. Ketika penyaliban itu tiba, lingkaran dalam pelayanan mereka goyah dan Yudas salah satu murid-Nya mengkhianati-Nya dengan menjual-Nya kepada Imam-imam dengan harga 30 keping perak, harga tersebut adalah harga seorang budak dalam Perjanjian Lama. Dalam Kitab Keluaran 21:32 mengatakan: “Tetapi jika lembu itu menanduk seorang budak laki-laki atau perempuan, maka pemiliknya harus membayar tiga puluh syikal perak kepada tuan budak itu, dan lembu itu harus dilempari mati dengan batu.”

Petrus, dalam Injil Matius 16:15-16, ketika ditanya Yesus: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini? Maka jawab Simon Petrus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!”. Pernyataan Petrus tidak sejalan dengan tindakannya ketika Yesus ditangkap untuk disalibkan, Iblis telah masuk lingkaran dalam pelayanan Yesus, menggoyahkan dan menyeret Yudas juga membuat Petrus beserta murid-murid yang lain melarikan diri meninggalkan-Nya.

Lingkaran dalam yang goyah dalam gereja atau pelayanan akan mengakibatkan hilangnya sikap persekutuan kita dengan Tuhan, dan menjadikan hubungan kita dengan Tuhan semakin jauh dan kering. Bahkan Yudas dalam peyesalan akhirnya dia bunuh diri. Tetapi Yesus dalam kebangkitan-Nya meneguhkan kembali pelayanan-Nya dan merestorasi kembali iman dan semangat murid-murid dalam pelayanannya. Termasuk kita yang mau untuk dipulihkan menjadi orang-orang yang cakap, penuh ilmu pengetahuan dan iman yang teguh untuk dipakai didalam bangsa dan negara, gereja, pelayanan dan masyarakat menjadi saksi untuk kemuliaan Tuhan.


Dark Night Of Jesus

The worst night of Jesus marked a crisis for the crisis, at first he did not see the prayer answered. Jesus had just apply very sad to God. "And he went a little farther, and fell on his face, and prayed, saying, O my Father, if it be possible, let this cup pass from me: nevertheless not as I will, but as thou wilt". (Matthew 26:39).

When it was not to pray in an atmosphere of calm and quiet, according to Matthew, Jesus "felt sad and anxious" (Matthew 26:37), the Master "fell to the ground" and called out to God. Luke tells us that Jesus "suffered" and "Sweat like blood dripping onto the ground" (Matthew 22:44).
Jesus' prayer was not answered, whether the God who has cattle on a thousand hills, will refuse to give something to the children of his own? that's what happened that night. Jesus had to face the problem of prayer is not granted and it was only the beginning of the struggle to be faced later on that later "along with Judas, came too many people who carry swords and clubs.

They were told by the chief priests and the elders ... and then the crowd came forward and arrested Jesus "(Matthew 25:47, 52). Judas comes with an angry mob, the mass was carrying yet another crisis. Jesus did not just have to face the prayer is answered, but he also had to deal with services that do not bring results. It is precisely those who He came to save now come arrest him.

Perhaps in the shadow of our Judas led a dozen soldiers or fewer, and they took a two-lanterns, but Matthew says that "many people" came to arrest Jesus. John even more specifically, the term used is the Greek word speira or "an army" (John 18:3). Least speira describe the forces of two hundred soldiers. This word can also describe a detachment of one thousand nine hundred soldiers.
John's picture of speira would be more appropriate if the human flow imagine the kind of form a few hundred soldiers into the garden, plus a number of spectators or the countless people, who by Matthew just called "the people" then we can describe a bunch of people many come into the park.

From a bunch of people that no one wants to defend Jesus, he has helped so many people in the cases of magic which he did, but who would dare claim that he is innocent, nothing! possible mob did not know to do more than just watching because their contact with Jesus was so short but what about the students? they even know more about Jesus.
Drugs most bitter to swallow Jesus is "Treason is almost unbelievable from the students of his" so Judas is not the only traitor, Matthew admitted: "But all this happened so that there is even written by the prophet - prophet. Then all the disciples left Him and fled ". (Matthew 26:56). And what Peter said earlier: "Although I should die with thee, I will not deny you." (Matthew 26:35).

All the promises will be loyal, but this all away, what we see is treason. Followers of his have been away from Him, the crowd had rejected Him, and God does not hear him then we can imagine what that must be met Jesus that night.
From the human perspective, Jesus' world collapsed. No answer from heaven, no help from the people, there is no loyalty from friends of his. Jesus as high as the neck of the garbage so we can describe his situation but what we see Jesus differently! He is not oblivious to the trash, but he saw something else bigger than a garbage wrapped his body.

Conscious or not we are living in the world of garbage, trash unwanted into our lives on a regular basis. We have prayers answered no, there are dreams that do not bear fruit betrayals, too unbelievable, and maybe we never left the garbage bag full of accidents and hurt, what shall we do with all that?



Malam Gelap Bagi Yesus

Malam terburuk dari Yesus ditandai krisis demi krisis, mula-mula Ia melihat doa yang tidak terkabul. Yesus baru saja mengajukan permohonan amat sedih kepada Allah. “Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” (Matius 26:39).

Saat itu bukan berdoa dalam suasana tenang dan hening, menurut Matius, Yesus “merasa sedih dan gelisah” (Matius 26:37), sang Guru “tersungkur ke tanah” dan berseru kepada Tuhan. Lukas mengisahkan bahwa Yesus “sangat menderita” dan “Keringatnya seperti darah menetes ketanah” (Matius 22:44). Doa Yesus tidak dijawab, apakah Allah yang memiliki ternak di seribu bukit, akan menolak memberikan sesuatu kepada anak-Nya sendiri? itulah yang terjadi malam itu.

Yesus harus menghadapi masalah doa yang tidak dikabulkan dan itu baru pemulaan dari pergumulan yang akan dihadapi nanti yang kemudian “bersama sama dengan Yudas, datang juga banyak orang yang membawa pedang dan pentungan.
Mereka disuruh oleh imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin Yahudi…kemudian orang banyak itu maju dan menangkap Yesus” (Matius 25:47, 52). Yudas datang dengan massa yang marah, massa ini membawa krisis lain lagi. Yesus tidak saja harus menghadapi doa yang tidak terkabul, tetapi ia juga harus menghadapi pelayanan yang tidak membawa hasil. Justru orang yang Ia datang selamatkan sekarang datang menangkap Dia.

Mungkin dalam bayangan kita Yudas memimpin selusin tentara atau lebih sedikit dan mereka membawa satu dua lentera, namun Matius mengatakan bahwa “banyak orang” datang menangkap Yesus. Yohanes bahkan lebih spesifik lagi, istilah yang dipakainya adalah kata Yunani speira atau “sepasukan tentara” (Yohanes 18:3). Sedikitnya speira menggambarkan pasukan dua ratus tentara. Kata ini dapat juga menggambarkan satu detasemen sebesar seribu sembilan ratus tentara.

Gambaran Yohanes tentang speira akan lebih tepat kalau membayangkan semacam arus manusia berupa beberapa ratus tentara yang masuk ke taman itu, di tambah jumlah penonton-penonton atau masyarakat tak terhitung jumlahnya, yang oleh matius hanya disebut “orang banyak” maka kita dapat gambarkan adalah segerombolan orang banyak yang datang masuk ke taman itu.
Dari segerombolan orang banyak itu tak ada satu pun yang mau membela Yesus, Ia sudah begitu banyak menolong orang dalam perkara-perkara yang ajaib yang Ia lakukan, tapi siapa yang berani menyatakan bahwa Dia tidak bersalah, tak ada satu pun! mungkin gerombolan orang banyak itu tidak tahu untuk berbuat lebih dari sekedar menonton karena kontak mereka dengan Yesus begitu singkat tetapi bagaimana dengan para murid? mereka bahkan tahu lebih banyak tentang Yesus.

Obat paling pahit yang harus ditelan Yesus ialah “Pengkhianatan yang hampir-hampir tak dapat dipercaya dari murid-muridNya” jadi Yudas bukan satu-satunya pengkhianat, Matius mengaku: “Akan tetapi semua ini terjadi supaya genap yang ada tertulis dalam kitab nabi-nabi. Lalu semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri”. (Matius 26:56). Padahal apa yang dikatakan Petrus sebelumnya: “Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau.” (Matius 26:35).
Semua berjanji akan setia, namun demikian semua melarikan diri, yang kita lihat adalah pengkhianatan. Pengikut-pengikutNya telah meninggalkan Dia, orang banyak telah menolak Dia dan Allah tidak mendengar Dia maka kita dapat membayangkan apa yang harus dihadapi Yesus malam itu.

Dari sudut pandang manusia, dunia Yesus ambruk. Tidak ada jawaban dari Sorga, tidak ada bantuan dari orang, tidak ada kesetiaan dari teman-temanNya. Yesus setinggi leher dari sampah begitu kita bisa gambarkan keadaanNya tapi apa yang dilihat Yesus berbeda! bukan Ia tidak sadar akan sampah itu, tetapi Ia melihat hal yang lain yang lebih besar dari sekedar sampah yang membungkus tubuhNya.

Sadar atau tidak kita sedang hidup di dunia sampah, sampah yang tidak diinginkan masuk ke dalam hidup kita secara teratur. Kita mempunyai doa-doa yang tak dijawab, ada impian yang tidak berbuah juga pengkhianatan-pengkhianatan yang sulit dipercaya dan mungkin kita pernah diserahi sekantong penuh sampah kecelakaan-kecelakaan dan sakit hati, apakah yang akan kita perbuat dengan semua itu?


Copper sea

There is a special sense in the Word of God to the believer who was raised as Jews. In the Old Testament, in the Tabernacle there is a large bowl made of a copper vessel calledwashing, at the Temple of Solomon, this is called Copper Sea / Sea Cast (Bronze Sea). 15 feet in diameter and holds approximately 8000 gallons of water for the priests for washing.

In 2 Chronicles 4 is told:
Moreover he made an altar of brass, twenty cubits the length thereof, and twenty cubits the breadth thereof, and ten cubits the height there of. Also he made a molten sea of ten cubits from brim to brim, round in compass, and five cubits the height thereof; and a line of thirty cubits did compass it round about. And under it was the similitude of oxen, which did compass it round about: ten in a cubit, compassing the sea round about.

Two rows of oxen were cast, when it was cast. It stood upon twelve oxen, three looking toward the north, and three looking toward the west, and three looking toward the south, and three looking toward the east: and the sea was set above upon them, and all their hinder parts were inward. And the thickness of it was an handbreadth, and the brim of it like the work of the brim of a cup, with flowers of lilies; and it received and held three thousand baths.

He made also ten lavers, and put five on the right hand, and five on the left, to wash in them: such things as they offered for the burnt offering they washed in them; but the sea was for the priests to wash in. And he made ten candlesticks of gold according to their form, and set them in the temple, five on the right hand, and five on the left. He made also ten tables, and placed them in the temple, five on the right side, and five on the left. And he made an hundred basons of gold.

Furthermore he made the court of the priests, and the great court, and doors for the court, and overlaid the doors of them with brass. And he set the sea on the right side of the east end, over against the south. And Huram made the pots, and the shovels, and the basons. And Huram finished the work that he was to make for king Solomon for the house of God; To wit, the two pillars, and the pommels, and the chapiters which were on the top of the two pillars, and the two wreaths to cover the two pommels of the chapiters which were on the top of the pillars;

And four hundred pomegranates on the two wreaths; two rows of pomegranates on each wreath, to cover the two pommels of the chapiters which were upon the pillars. He made also bases, and lavers made he upon the bases; One sea, and twelve oxen under it. The pots also, and the shovels, and the fleshhooks, and all their instruments, did Huram his father make to king Solomon for the house of the LORD of bright brass.

In the plain of Jordan did the king cast them, in the clay ground between Succoth and Zeredathah. Thus Solomon made all these vessels in great abundance: for the weight of the brass could not be found out.
And Solomon made all the vessels that were for the house of God, the golden altar also, and the tables whereon the shewbread was set; Moreover the candlesticks with their lamps, that they should burn after the manner before the oracle, of pure gold; And the flowers, and the lamps, and the tongs, made he of gold, and that perfect gold; And the snuffers, and the basons, and the spoons, and the censers, of pure gold: and the entry of the house, the inner doors thereof for the most holy place, and the doors of the house of the temple, were of gold.

Washing vessel made of copper is placed in a special place both in the Tabernacle andthe Temple. His position was among the worshipers and all other parts of the Tabernacleand give meaning to cleaning. A devotee is required to wash themselves before being allowed to worship, in Exodus 30:17-21, God commanded Moses to make a regulationrelating to the priesthood by the laver of copper.

The priests are required to wash their hands and their feet before they can serve before the Lord. Hands and their feet like hands and feet, are the parts that have touched the things that exist in this world. Hands and feet are a symbol of our openness to the world a place where we live, filled with sin and the fall.

On days when the nation of Israel to worship God in the Tabernacle and in the temple, the priests had to go through a ritual washing before they are allowed to serve God for the benefit of the people



Laut Tembaga

Ada sebuah pengertian yang khusus didalam Firman Allah untuk orang percaya yang dibesarkan sebagai orang yahudi. Dalam Perjanjian Lama, di dalam Tabernakel ada sebuah baskom besar terbuat dari tembaga yang disebut Bejana Pembasuhan, di dalam Bait Allah Salomo, ini disebut Laut Tembaga/Laut Tuangan (Bronze Sea). Diameternya 15 kaki dan menampung kira-kira 8000 galon air bagi imam untuk pembasuhan.

Dalam 2 Tawarikh 4 diceritakan: “Lalu ia membuat mezbah tembaga yang dua puluh hasta panjangnya, dan dua puluh hasta lebarnya dan sepuluh hasta tingginya. Kemudian dibuatnyalah "laut" tuangan yang sepuluh hasta dari tepi ke tepi, bundar keliling, lima hasta tingginya, dan yang dapat dililit berkeliling oleh tali yang tiga puluh hasta panjangnya.
Di sebelah bawah tepinya ada gambar lembu-lembu yang mengelilinginya sama sekali, sepuluh dalam sehasta, merangkum "laut" itu berkeliling; lembu itu dua jajar, dituang setuangan dengan bejana itu. "Laut" itu menumpang di atas dua belas lembu, tiga menghadap ke utara dan tiga menghadap ke barat, tiga menghadap ke selatan dan tiga menghadap ke timur; "laut" itu menumpang di atasnya, sedang segala buntut lembu itu menuju ke dalam.

Tebal "laut" itu setapak tangan dan tepinya serupa tepi piala, seperti bunga bakung yang berkembang. "Laut" itu dapat memuat tiga ribu bat air. Lagipula dibuatnya sepuluh bejana pembasuhan dan ditaruhnya lima pada sisi kanan dan lima pada sisi kiri sebagai tempat pembasuhan; di situ orang membasuh apa yang diperlukan untuk korban bakaran, sedang "laut" itu adalah untuk para imam sebagai tempat membasuh.

Ia membuat sepuluh kandil emas sesuai dengan rancangannya dan menaruhnya di dalam Bait Suci, lima di sebelah kanan dan lima di sebelah kiri. Selanjutnya ia membuat sepuluh meja dan menempatkannya di dalam Bait Suci, lima di sebelah kanan dan lima di sebelah kiri; ia membuat pula seratus bokor penyiraman dari emas. Ia membuat juga pelataran para imam, halaman besar dan pintu-pintu halaman itu; pintu-pintu itu dilapisinya dengan tembaga. "Laut" itu ditaruhnya pada sisi kanan, arah tenggara. Dan Huram membuat juga kuali-kuali, penyodok-penyodok dan bokor-bokor penyiraman.

Demikianlah Huram menyelesaikan pekerjaan yang harus dilakukannya bagi raja Salomo di rumah Allah, yakni kedua tiang, dengan kedua bulatan ganja di kepala tiang itu, kedua jala-jala yang menutup kedua bulatan ganja itu; keempat ratus buah delima untuk kedua jala-jala itu, dua jajar buah delima untuk satu jala-jala guna menutupi kedua bulatan ganja yang di atas tiang itu.
Juga telah dibuatnya kereta-kereta penopang dan bejana-bejana pembasuhan yang di atas kereta-kereta itu; "laut" yang satu itu dan kedua belas lembu di bawahnya. Kuali-kuali, penyodok-penyodok, garpu-garpu dan segala perlengkapan lain yang dibuat Huram-Abi bagi raja Salomo untuk rumah TUHAN adalah dari tembaga upaman. Raja menuang semuanya itu di Lembah Yordan di dalam tanah liat antara Sukot dan Zereda.

Salomo membuat segala perlengkapan itu dalam jumlah yang amat besar, sehingga berat tembaga itu tidaklah terhitung. Salomo membuat juga segala perlengkapan yang ada di rumah Allah, yakni mezbah dan meja-meja tempat menaruh roti sajian, lagipula kandil-kandil dari emas murni dengan pelita-pelitanya, untuk dinyalakan di depan ruang belakang sesuai dengan peraturan; kembang-kembangnya, pelita-pelitanya dan sepit-sepitnya, dari emas, semuanya dari emas murni; pisau-pisaunya, bokor-bokor penyiramannya, cawan-cawannya dan perbaraan-perbaraannya, dari emas murni; juga pintu masuk rumah itu, dan pintu-pintu yang di sebelah dalam ke tempat maha kudus, dan pintu-pintu ke ruang besar Bait Suci, semuanya dari emas.

Bejana Pembasuhan yang terbuat dari tembaga ini diletakkan pada tempat khusus baik di Tabernakel maupun di Bait Allah. Posisinya berada diantara para penyembah dan seluruh bagian Tabernakel yang lain dan memberi arti pembersihan. Seorang penyembah diwajibkan untuk membasuh dirinya sebelum diizinkan masuk untuk menyembah, dalam Keluaran 30:17-21, Allah memerintahkan Musa untuk membuat sebuah peraturan bagi keimamatan yang berhubungan dengan bejana pembasuhan dari tembaga ini.

Para imam diharuskan membasuh tangan dan kaki mereka sebelum mereka dapat melayani dihadapan Tuhan. Tangan dan kaki mereka sama seperti tangan dan kaki kita, adalah bagian-bagian yang telah menjamah hal-hal yang ada didunia ini. Tangan dan kaki adalah simbol dari keterbukaan kita kepada dunia tempat dimana kita hidup, yang dipenuhi dengan dosa dan kejatuhan.

Pada hari-hari ketika bangsa Israel menyembah Allah di dalam Tabernakel dan di dalam Bait Allah, para imam harus melalui suatu pembasuhan ritual sebelum mereka diizinkan melayani Tuhan untuk kepentingan orang-orang Israel. Mereka harus melakukan hal tersebut tanpa salah kalau tidak penghakiman akan datang dan mereka pasti akan mati.

Firman Tuhan katakan: “Apabila mereka masuk ke dalam Kemah Pertemuan, haruslah mereka membasuh tangan dan kaki dengan air, supaya mereka jangan mati. Demikian juga apabila mereka datang ke mezbah itu untuk menyelenggarakan kebaktian dan untuk membakar korban api-apian bagi TUHAN, haruslah mereka membasuh tangan dan kaki mereka, supaya mereka jangan mati. Itulah yang harus menjadi ketetapan bagi mereka untuk selama-lamanya, bagi dia dan bagi keturunannya turun-temurun” (Keluaran 30:20).

Pembersihan oleh air dan Firman Allah tidak hanya terjadi pada pengalaman keselamatan saja tetapi harus terjadi secara terus-menerus. Kita membutuhkan pembasuhan terus-menerus dari Firman Allah untuk menjaga kita tetap kita bersih dan murni dari dosa dan semua pengaruh-pengaruh dunia ini juga untuk mengalami kepenuhan hidup Yesus di dalam diri kita.
Pelayanan kita kepada orang lain haruslah dengan tangan yang bersih dan hati yang murni dengan tujuan untuk memuliakan nama Tuhan karena Allah menunjukkan penghukuman yang keras berupa kematian kepada imam yang tidak melakukan pembasuhan tidak terkecuali kepada kita yang telah mengenal kebenaran Firman Tuhan.

Dengan cara yang sama, Allah memanggil kita agar kita tetap hidup bebas dari “Kematian” rohani yang terjadi karena kita tidak melakukan pembasuhan yang rutin oleh Firman Allah.
Kita harus disiplin dalam pembacaan dan perenungan Firman Allah setiap hari agar dibersihkan dan menerima kehidupan dan kekuatan rohani. Prinsip Alkitabiah bahwa apapun yang terdapat dalam kehidupan rohani seorang pemimpin (Kepala Keluarga) dapat ditiru oleh pengikut-pengikutnya, bila jemaat di bersihkan, dipenuhi dengan kehidupan dan kuasa dari Firman Allah, diurapi oleh Roh Kudus, mereka akan sanggup melayani keluarga, gereja…bahkan dunia dengan cara yang luar biasa.


Bitterness

Bitterness often lies behind our inability to forgive and be forgiven. It is a vandal who reject the existence of peace and prosperity of us and destroy our relationship with God and our neighbor. The Bible warns us about the roots of bitterness, “Take care lest one get away from the grace of God, so do not grow roots of bitterness led to riots and which contaminate many” (Hebrews 12:15).

Sometimes the root of bitterness that developed over the weeks, months and even years, maybe we can hide it by camouflaging a variety of other attitudes, which sometimes can not be known by others but we can not hide our bitterness toward God or even from the bitterness of our own bodies so that we can often be reflected in our attitude is full of anger, full of lust, slander, and revenge.

Bitterness never be built, the bitterness is always destructive, no matter whatever made people to us or how poorly, and often they do to us, bitterness never be acceptable in the sight of God. Nothing good has ever come from bitterness.
We must be careful not to let bitterness take root in our lives, like the roots that have smooth edges to reach the water in order to grow, so too the root of bitterness has smooth branches to reach the lands of our hearts to make us slaves who would undermine our emotional life.

Bitterness can cause physical illness, the longer the medical experts began to see the kind of link between how our bodies work and how we think. Bitterness, anger and other negative emotions have been associated with glandular tissue problems, high blood pressure, heart problems, peptic ulcers and a number of other physical illnesses.

The bitterness may also cause distress to someone and defame others, we keep the bitterness that would sully our relationship with our spouse or our neighbor, this is why there is so much separation, divorce and a messy household even when we want to love others, we can not do it, the parents wonder why they can not love their children, otherwise the children wonder why they can not love their parents. Are not aware they have started stacking it in the root of bitterness any anger, because there is distrust one another, and each began to build emotional walls is hard to penetrate.

Destruction because the bitterness is clearly illustrated in the life of King Saul, who began his reign as a ruler who respected and liked, but ended his life in defeat, grief and suicide. The destruction of the spirit of bitterness towards David and to God is a means of supporting the death. (1 Samuel 18:1-7). When the root of bitterness has grown old, not always be immediate removal. A husband and wife who decide to reconcile after a separation can be with each other honestly confess and repent of their sins, but a full recovery comes gradually.

Healing the spirit sometimes takes longer, we may have to live with the damaged emotions for years, perhaps since childhood. But as children of God, we have the ability to forgive and remove the bitterness of our life even though it causes us to experience a lot of loss or shame, because if we do not forgive then we will not be able to love. Luke 6:36-37 says: “Be ye merciful, even as your Father is generous. Do not be judgmental, so ye also will not be judged. And do not punish, then ye also will not be punished; forgive and ye shall be forgiven.

“We only have two choices, we can let bitterness destroy us or we can invite God to develop us into the person who according to His will. “But I’m alive, but no longer I who live, but Christ lives in me. The life which I now live in the flesh I live by faith in the Son of God, who loved me and gave Himself for me. “(Galatians 2:20).


Kepahitan

Kepahitan sering terletak di balik ketidaksanggupan kita untuk mengampuni dan diampuni, itu adalah perusak yang menolak adanya kedamaian dan kesejahtraan kita dan menghancurkan hubungan kita dengan Tuhan dan sesama kita.
Alkitab memperingatkan kita tentang akar kepahitan, “Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang” (Ibrani 12:15).

Kadang akar pahit itu dikembangkan selama berminggu-minggu, berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun, mungkin kita dapat menyembunyikannya dengan menyamarkannya menjadi berbagai sikap yang lain, yang kadang tidak dapat di ketahui oleh orang lain tetapi kita tidak dapat menyembunyikan kepahitan kita di hadapan Allah atau bahkan dari tubuh kita sendiri sehingga kepahitan kita sering dapat tercermin dari sikap kita yang penuh amarah, penuh nafsu, fitnah, dan dendam.

Kepahitan tak pernah bersifat membangun, kepahitan selalu bersifat merusak, tidak menjadi soal apapun yang dibuat orang kepada kita atau betapa buruk dan seringnya mereka lakukan pada kita, kepahitan tak pernah dapat diterima di hadapan Allah. Tiada kebaikan yang pernah terbit dari kepahitan.

Kita harus hati-hati agar jangan membiarkan kepahitan berakar dalam hidup kita, bagaikan akar yang mempunyai cabang-cabang yang halus untuk menjangkau air agar dapat bertumbuh, demikian pula akar kepahitan mempunyai cabang-cabang yang halus untuk menjangkau tanah-tanah hati kita untuk menjadikan kita budak emosional yang akan mengerogoti kita seumur hidup.

Kepahitan bisa mengakibatkan penyakit fisik, semakin lama para ahli kedokteran mulai melihat semacam mata rantai antara cara kerja tubuh kita dan cara kita berpikir. Kepahitan, kemarahan, dan emosi negatif lainnya telah dikaitkan dengan masalah jaringan kelenjar, tekanan darah tinggi, gangguan jantung, tukak lambung dan sejumlah penyakit fisik lainnya.

Kepahitan juga dapat menyebabkan kesusahan kepada seseorang dan mencemarkan orang lain, kepahitan yang kita pelihara akan menodai hubungan kita dengan pasangan kita atau sesama kita, inilah sebabnya terdapat begitu banyak perpisahan, perceraian, dan rumah tangga yang berantakan bahkan ketika kita ingin mengasihi orang lain, kita tidak dapat melakukannya, para orangtua merasa heran mengapa mereka tak dapat mengasihi anak-anak mereka, sebaliknya anak-anak merasa heran mengapa mereka tak dapat mengasihi orangtua mereka. Secara tidak sadar mereka sudah mulai menumpuk akar kepahitan itu dalam setiap amarah, karena ada ketidakpercayaan satu dengan yang lainnya, dan masing-masing mulai membangun tembok-tembok emosional yang sukar untuk ditembus.

Kehancuran karena kepahitan dengan jelas dilukiskan dalam kehidupan raja Saul, yang mengawali pemerintahannya sebagai seorang penguasa yang terhormat dan disukai tetapi mengakhiri hidupnya dalam kekalahan, dukacita dan bunuh diri. Kehancuran dari roh kepahitan terhadap Daud dan terhadap Allah merupakan sarana penunjang dalam kematiannya. (1 Samuel 18:1-7).

Bila akar kepahitan telah bertumbuh lama, penyingkirannya tidak selalu bersifat segera. Seorang suami dan istri yang memutuskan untuk rujuk kembali setelah berpisah dapat dengan jujur saling mengaku dan bertobat dari dosa mereka, tetapi pemulihan penuh datang berangsur-angsur. Penyembuhan roh terkadang membutuhkan waktu yang lebih lama, kita mungkin telah hidup dengan emosi yang rusak selama bertahun-tahun, barangkali sejak masa kanak-kanak.
Namun sebagai anak-anak Allah, kita mempunyai kemampuan untuk mengampuni dan mencabut kepahitan dari hidup kita walaupun itu menyebabkan kita mengalami banyak kehilangan atau dipermalukan, karena jika kita tidak mengampuni maka kita tidak akan dapat mencintai.

Lukas 6:36-37 mengatakan; “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati. Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni.” Kita hanya mempunyai dua pilihan, kita dapat membiarkan kepahitan menghancurkan kita atau kita dapat mempersilahkan Allah mengembangkan kita menjadi pribadi yang sesuai dengan kehendak-Nya.

“Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” (Galatia 2:20).


Death Flesh

Once a year the high priest of Israel would leave the house with a heavy heart, to enter into the tent of meeting. The Jews were very careful in terms of preventing major impurity so that a priest was not allowed to sleep the night before he crossed the veil of the temple of God, while the other priests who continue to read the law to him so he will not, unintentionally, defame himself through dreams at night.

Allegorically when the time comes, the high priest would be careful to dip his finger in the warm blood of victims of goats or sheep and putting on her earlobe, thumb and heel-heels. Symbolically he is showing himself as a man who died so that he can draw close to God's glory and stay alive, then he must take place brazier containing hot coals at the bottom.

Priest is going to take a handful of incense of perfume and put it on the fire, which then creates a thick smoke that smells fragrant. The priest will place the hearth beneath the veil and fanning the smoke filled the space until the Holy One, then he would lift the basic folds of the heavy veil and crawled into the room with fear and trembling Glory, accompanied with high hopes to get back to life.
Smoke that is the last protection system to protect the meat from the holiness of God, the priests from the lineage of Aaron, knowing that God is holy, while humans do not, they understand that the meat will soon perish if he met with the glory of God without a safety or sheathing.

From generation to generation, Christians have prayed to God to come closer to them but what God wanted was "If you want to know me, then all things must die first." God can not visit the meat that is still alive because it earthly smell. He can only visit the meat of the dead, which is why repentance and smash the liver which is the concept of a parallel New Testament manifestation of God's presence brings death becomes closer.
But maybe we are more often to avoid repentance because we never like to be the smell of death, to make our flesh to die is the hardest thing to do, because the joy will be all the fun things in this world often makes us forget that we've been invited by God to entered in the glory of God, through communion with the Holy Spirit.

Things that are loved by God and the things that we like are almost always two different things. As we often organize worship-worship service in such a way that it becomes a fun-worship of the human heart, fun our flesh, we are set to tickle the ears of people in the sermons that funny, even we want the church to have a high level of entertainment list, so they do not leave us.

No matter whoever we are, whatever we do or any church tradition that we hold, the only way to get through the veil that is through the death of our flesh. Death in a real repentance and smash the heart before God will allow Him to draw near to us, the Apostle Paul says in 1 Corinthians 13:12, "For now we see in a mirror dimly, but then we shall see face to face. Now I know only imperfectly, but I'll know it perfectly, like myself known. "

At that time we will know who the Lord in full size, in the same manner also He knows who we are in full size, because nothing can live in His presence without holiness, the only thing that can keep perishable alive and standing in His presence the statement was dead meat the man who in repentance and fill it with a broken heart before God.


Kematian Daging

Satu tahun sekali imam besar Israel akan meninggalkan rumah dengan hati yang berat, untuk masuk dalam kemah pertemuan. Orang-orang Yahudi sangat berhati-hati dalam hal mencegah kecemaran terjadi sehingga imam besar tidak diizinkan untuk tidur semalam sebelum dia melintasi tabir bait Allah, sementara imam-imam yang lain terus membacakan hukum taurat kepadanya supaya dia tidak, secara tidak sengaja, mencemarkan dirinya sendiri melalui mimpi di malam hari.

Secara alegoris ketika saatnya tiba, imam besar akan berhati-hati mencelupkan jarinya ke dalam darah yang hangat dari korban kambing atau domba dan memoleskan pada daun telinganya, ibu jari dan tumit-tumitnya. Secara simbolis dia sedang menampilkan dirinya sebagai orang yang mati supaya dia dapat mendekat pada kemuliaan Tuhan dan tetap hidup, selanjutnya dia harus mengambil tempat perbaraan yang berisi bara api yang panas di dasarnya.

Imam itu akan mengambil segenggam ukupan dari wangi-wangian dan meletakkannya di atas bara api tersebut yang kemudian menciptakan segumpal asap tebal yang berbau wangi. Imam akan menempatkan perbaraan tersebut di bawah tabir dan mengipasinya sampai asap memenuhi ruang Mahasuci, kemudian dia akan mengangkat lipatan dasar dari tabir yang berat itu dan merangkak masuk ke ruang Mahasuci dengan takut dan gemetar, disertai dengan harapan besar agar dapat kembali dengan hidup.
Gumpalan asap itu merupakan sistem perlindungan yang terakhir untuk melindungi dagingnya dari kekudusan Tuhan, imam-imam dari garis keturunan Harun mengetahui bahwa Tuhan adalah kudus dan sementara manusia tidak, mereka memahami bahwa daging akan segera binasa jika ia bertemu dengan kemuliaan Tuhan tanpa pengaman atau selubung.

Dari generasi ke generasi orang-orang Kristen telah berdoa supaya Tuhan datang mendekat kepada mereka tapi apa yang Tuhan inginkan adalah “Jika engkau ingin mengenal-Ku, maka segala segala sesuatu harus mati terlebih dahulu.” Tuhan tidak dapat mengunjungi daging yang masih hidup karena itu berbau duniawi. Dia hanya dapat mengunjungi daging yang mati, itulah sebabnya pertobatan dan keremukan hati yang merupakan konsep Perjanjian Baru yang sejajar dengan kematian membawa manifestasi hadirat Tuhan menjadi lebih dekat lagi.

Tetapi mungkin kita lebih sering menghindari pertobatan sebab kita tidak pernah suka akan aroma kematian, membuat kedagingan kita mati adalah hal yang paling berat untuk kita lakukan, karena kesukaan akan segala hal yang menyenangkan di dunia ini sering membuat kita lupa bahwa kita sudah diundang oleh Allah untuk masuk dalam kemuliaan Tuhan, lewat persekutuan dengan Roh Kudus.
Hal-hal yang disukai oleh Tuhan dan hal-hal yang kita sukai hampir selalu merupakan dua hal yang berbeda. Seperti, kita sering mengatur kebaktian-kebaktian sedemikian rupa sehingga menjadi kebaktian-kebaktian yang menyenangkan hati manusia, menyenangkan kedagingan kita, kita mengaturnya untuk menggelitik telinga orang dalam khotbah-khotbah yang lucu, bahkan kita menginginkan jemaat memiliki daftar hiburan tingkat tinggi, supaya mereka tidak meninggalkan kita.

Tidak peduli siapapun kita, apapun yang telah kita kerjakan atau tradisi gereja apapun yang kita pegang, satu-satunya jalan untuk melewati tabir itu adalah melalui kematian daging kita. Kematian dalam pertobatan yang sungguh dan keremukan hati di hadapan Tuhan akan mengizinkan Dia untuk mendekat kepada kita, Rasul Paulus berkata dalam 1 Korintus 13:12, “Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.”
Pada saat itu kita akan mengenal siapa Tuhan dalam ukuran yang penuh, dalam cara yang sama Dia mengenal juga siapa kita dalam ukuran yang penuh, karena tidak ada apapun yang dapat hidup dalam hadirat-Nya tanpa kesucian, satu-satunya hal yang fana yang dapat tetap hidup dan berdiri dalam pernyataan hadirat-Nya adalah daging yang mati yaitu manusia yang dalam pertobatan yang sungguh dan penuhi dengan hati yang hancur dihadapan Tuhan.


Birth of Christ

Christ was born in the year 5 BC in a small town called Bethlehem. He was not born in a palace but in the sheepfold, and the bed was not the cradle of silk but the manger full of hay. This is the birth of a very simple and contempt for him who is the Son of God and the King of kings.

After Jesus was born in Bethlehem of Judea in the Period of Herod to come was the Magi from the East to Jerusalem and wanted to worship the King of the Jews, the wise men known as "MAGIC" in their original language are priests or wise men or like a party than a necromancer Medes tribes, the kingdom of Persia.

If they do come from Persia, how do they know about the "King of the Jews" (Matthew 2:2), this may happen, when in the area of the Babylonian exile of the Jews to preach to people about the coming of their Messiah Persian. It's very hard to understand how this Magi came to the conclusion that a Great King of the Jews who will be born only to guide the science of astronomy.

Their understanding of this Messianic possibility arises not only because they knew the stars but also the knowledge they will prophecy the old covenant, such as the prophecy of Daniel: "Seventy weeks are determined upon thy people and upon your holy city, to finish the transgression, to an end to sin, to eliminate errors, to bring eternal justice, to fulfill the vision and prophet, and to anoint the most holy.

Then you will know and understand: from the moment the word was out, namely, that Jerusalem would be restored and rebuilt, until the coming of an anointed one, a king, there are seven times seven times; and sixty-two times seven times the length of the city will be rebuilt with terrain and its moat, but in the midst of adversity.

After sixty-two times seven days it will cut off a man who has been anointed, but not for anything. Then came the people of the prince shall destroy the city and the sanctuary, but the king would meet his death in the flood, and till the end of time there will be war and destruction, as specified. (Daniel 9:24-26), compared with 24 Numbers : 17, Matthew 2:16.

The appearance of the miraculous star that forced them to conclude that the time has arrived. Holy Spirit lead them in determining the timing of the prophecy and this phenomenon.

After a given location, the Magi set out to find the King who has been born, if we note that they found Jesus in the house. Matthew 2:11 says: "So they entered into the house and saw the child with Mary his mother, then fall down and worship Him. They also opened a place of their possessions and offered sacrifices to Him, namely gold, frankincense and myrrh. "

Jesus was no longer in the stable, sheep. It was obvious that the Magi did not arrive at the time of Jesus' birth but shortly thereafter.The possibility for some time after the birth of Jesus, Joseph and Mary had found laying on a nice place. Jesus also declared a "child" who is probably already one year old (cf. Luke 2:22, Matthew 2:16).

King Herod the Great wanted to kill the infant king. Joseph commanded the angels of God to bring the baby Jesus and Mary went to Egypt to save themselves, it's ironic that Jesus had to flee to Egypt, where God through Moses to lead his people out of the land of slavery to the promised land of abundant honey and milk.

Land of Israel should be the safest area for the infant Christ, the land that has given Himself to His People but this area has become the most dangerous areas and now Egypt became the most safe area for him. Did Jesus come at the right time? Yes indeed ...!. As Paul says that He came "after even-time" (But after even the time, God sent forth his Son, born of a woman and subject to the law of the Torah. He was sent to redeem them, which is subject to the law, so that we received a child). Galatians 4:4.

He comes when the people of Israel and the world is in desperate need of Him, at the time the trust the people of Israel are at their lowest and evil of this world are at its peak.

"He already is in the world and the world made by Him, but the world does not know Him" (John 1:10). "But all who received him of his right to become children of God, to those who believe in His name" (John 1:12). Does anyone in the world is a king who tried to come up with a low and despicable manner so? in addition to King Jesus, no! He came only to save us.


Kelahiran Kristus

Kristus lahir pada tahun 5 SM di sebuah kota kecil yang bernama Betlehem. Dia tidak lahir dalam sebuah istana tetapi di kandang domba, dan tempat tidurnya bukan buaian kain sutra tetapi palungan penuh jerami. Inilah kelahiran yang sangat sederhana dan hina bagi Dia yang adalah Anak Allah dan Raja segala raja.

Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada Zaman Herodes datanglah orang-orang majus dari Timur ke Yerusalem dan ingin menyembah Raja orang Yahudi, orang majus ini dikenal dengan nama “MAGI” dalam bahasa aslinya mereka ini adalah Imam-imam atau orang bijaksana ataupun seperti segolongan ahli nujum dari suatu suku bangsa Madai, di Kerajaan Persia.
Jika mereka memang datang dari Persia, bagaimana mereka mengetahui tentang “Raja orang Yahudi” (Matius 2:2), hal ini mungkin terjadi, ketika di daerah pembuangan Babilonia orang-orang Yahudi berkhotbah kepada orang-orang Persia tentang kedatangan Mesias mereka. Susah sekali untuk mengerti bagaimana orang majus ini sampai pada kesimpulan bahwa seorang Raja Yahudi yang Agung akan lahir hanya dengan petunjuk ilmu astronomi.

Pengertian mereka akan Mesianik ini kemungkinan bukan hanya timbul karena pengetahuan mereka akan bintang-bintang tetapi juga pengetahuan mereka akan nubuat perjanjian lama, seperti nubuat Daniel; “Tujuh puluh kali tujuh masa telah ditetapkan atas bangsamu dan atas kotamu yang kudus, untuk melenyapkan kefasikan, untuk mengakhiri dosa, untuk menghapuskan kesalahan, untuk mendatangkan keadilan yang kekal, untuk menggenapkan penglihatan dan nabi, dan untuk mengurapi yang maha kudus.

Maka ketahuilah dan pahamilah: dari saat firman itu keluar, yakni bahwa Yerusalem akan dipulihkan dan dibangun kembali, sampai pada kedatangan seorang yang diurapi, seorang raja, ada tujuh kali tujuh masa; dan enam puluh dua kali tujuh masa lamanya kota itu akan dibangun kembali dengan tanah lapang dan paritnya, tetapi di tengah-tengah kesulitan.
Sesudah keenam puluh dua kali tujuh masa itu akan disingkirkan seorang yang telah diurapi, padahal tidak ada salahnya apa-apa. Maka datanglah rakyat seorang raja memusnahkan kota dan tempat kudus itu, tetapi raja itu akan menemui ajalnya dalam air bah; dan sampai pada akhir zaman akan ada peperangan dan pemusnahan, seperti yang telah ditetapkan.(Daniel 9:24-26) bandingkan dengan Bilangan 24:17, Matius 2:16.

Penampakan bintang yang ajaib itu memaksa mereka menyimpulkan bahwa waktunya sudah tiba. Roh Kudus memimpin mereka dalam penentuan waktu terjadinya Nubuat dan Fenomena ini.
Setelah diberikan lokasinya, orang Majus berangkat mencari Raja yang telah lahir, kalau kita perhatikan bahwa mereka menemukan Yesus di dalam rumah. Matius 2:11 mengatakan: “Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia. Mereka pun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur”.

Yesus tidak lagi berada dikandang domba. Jelas sekali bahwa orang Majus itu tidak tiba pada saat kelahiran Yesus tetapi segera sesudahnya. Kemungkinan beberapa lama sesudah kelahiran Yesus, Yusuf dan Maria telah menemukan tempat penumpangan yang lumayan. Yesus juga dinyatakan sebagai “anak kecil” yang kemungkinan sudah berumur satu tahun (bandingkan Lukas 2:22, Matius 2:16).
Raja Herodes Agung ingin membunuh bayi Raja. Yusuf diperintahkan malaikat Allah untuk membawa bayi Yesus dan Maria pergi ke Mesir untuk menyelamatkan diri, sungguh ironis bahwa Yesus harus mengungsi ke Mesir, tempat dimana Allah melalui Musa memimpin umat-Nya keluar dari tanah perbudakan ke tanah perjanjian yang berlimpah madu dan susu.

Tanah Israel seharusnya daerah yang paling aman bagi bayi Mesias, tanah yang telah diberikan-Nya sendiri kepada Umat-Nya tapi daerah ini sudah menjadi daerah yang paling berbahaya dan sekarang Mesir menjadi daerah yang paling aman bagi-Nya. Apakah Yesus datang pada waktu yang tepat? sesungguhnya Ya…!!!. Seperti yang dikatakan Paulus bahwa Dia datang “setelah genap waktunya” (Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak)Galatia 4:4.

Dia datang ketika orang-orang Israel dan dunia ini sangat membutuhkan Dia, pada waktu kepercayaan orang-orang Israel berada di titik terendah dan kejahatan dunia ini berada pada puncaknya.
“Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya” (Yohanes 1:10). “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya” (Yohanes 1:12). Apakah ada di dunia ini seorang raja yang berusaha datang dengan cara yang rendah dan hina sedemikian? selain Raja Yesus, tidak ada! Dia datang hanya untuk menyelamatkan kita.




Children Who Lost Career

Supernatural things of God will happen to us in only one way that is, when the priest and the servants crying in between the porch and the altar and cried out to Jesus Christ, "Save the people."
There are no shortcuts to spiritual awakening or coming of His presence. The glory of God only comes when the conversion of hearts and made us smash knees, because his presence demanded purity and only the people who kill his flesh can see the face of God.
We can not expect other people to repent in earnest if we are not willing to continually walk in repentance.
The world has tired of listening to the churches that arrogant, with sermons that look good from behind the pulpit high with topics about conversion as a lot of hypocrisy in the church occurred.

What we need is to come up with a broken heart and confess we have problems and want to say I want to repent of my sins and we'll see how many people will start crawling out of cracks in society when they see the church repent! It is serious enough to be aware of is that we do not have enough bread of His presence because we do not want to come to collapsed under his feet.

Our churches filled with "the lost son's career" a more loving Father goods than their Father. Sometimes we come to eat the shirt is not seeking the Father's family, but to beg and persuade him to give all that is in his house that was promised to be our property, and said I wanted all those gifts, I want the best, thanks to a full and even overflowing, I want all of it was mine. In Luke 15:11 Jesus said: "There's a has two sons, the youngest said to his father: Father, give me a part of our property that come to me. Then his father to distribute the property among them."

Ironically, thanks to the Father who had financed the trip was the lost child to stay away from the face of the Father! And through the heart of poverty consciousness, he moved back to the embrace of the Father, Luke 15:13-17 says: "A few days later the younger son sold all his share and went to a distant country. There he wasted his property with a living spree. After he spent everything, a famine arose in that country and he began to be protracted, and then he went and worked for an employer in the country. The man told him to the fields to keep the pig.
Then he wants to fill his belly with the husks the pigs were eating, but no one would let him, then he realized it, he said: How many people my father hired an abundant food, but I'm here to die of starvation.

Perhaps we never use the blessings that God has given to us to finance our trip leaving Christ as the center of our lives. Arrive at a certain point where we deny the existence of the world and we can no longer survive even we had a wonderful time difficult and constant struggle that makes us slumped to lose hope, because there was no fellowship with God we can not even feel anymore His presence.

Recovery or revival will happen if we want to come to Him and fell at His feet in repentance was: "I'll get up and go to my father and said to him: Father, I have sinned against heaven and against fathers, I am no longer worthy children mentioned the father; treat me as one of his father's wage. So he rose up and went to his father.

The world may hate and reject us, but our God is a God full of mercy: "When he was away, his father saw him, and was moved with pity. His father ran to get him and then embraced and kissed him. The boy said to him: Father, I have sinned against heaven and against the father, I am no longer worthy father mentioned child. But the father said to his servants: Quick let's take it to the best robe, was put on him and put a ring on his finger and sandals on his feet. And take that fat calves, he is hamstrung and let us eat and rejoice. "
How deeply we have fallen? how far we have left him? red how our sins before Him? He is a faithful God who is always waiting for us to come back to Him.


Karier Anak Yang Terhilang

Hal-hal adikodrati dari Allah akan terjadi kepada kita hanya dengan satu cara yaitu ketika imam dan para pelayan menangis di antara serambi dan mezbah dan berseru kepada Yesus Kristus, “Selamatkanlah orang-orang itu.”
Tidak ada jalan pintas bagi kebangunan rohani atau kedatangan hadirat-Nya.
Kemuliaan Tuhan hanya datang ketika pertobatan dan keremukan hati membuat kita jatuh berlutut, karena hadirat-Nya menuntut kemurnian dan hanya orang yang mematikan kedagingannya yang dapat melihat wajah Tuhan. Kita tak dapat mengharapkan orang-orang lain untuk bertobat dengan sungguh-sungguh jika kita tidak rela untuk secara terus menerus berjalan dalam pertobatan.
Dunia telah bosan mendengarkan gereja-gereja yang sombong, dengan khotbah-khotbah yang kelihatan bagus dari balik mimbar yang tinggi dengan topik-topik tentang pertobatan sementara banyak terjadi kemunafikan dalam gereja.

Apa yang kita perlukan adalah datang dengan hati yang hancur dan mengaku kita memiliki masalah-masalah dan mau berkata saya mau bertobat dari dosa-dosa saya dan kita akan melihat jumlah orang yang akan mulai merangkak keluar dari celah-celah masyarakat ketika mereka melihat gereja bertobat! Hal yang cukup serius yang harus diperhatikan adalah kita tidak memiliki cukup roti hadirat-Nya karena kita tidak mau datang untuk tersungkur dibawah kaki-Nya.

Gereja-gereja kita dipenuhi dengan “karier anak yang terhilang” yang lebih mengasihi barang-barang Bapa daripada Bapa mereka. Kadang kala kita datang ke meja makan keluarga bukan mencari Bapa, tetapi untuk mengemis dan membujuk Dia supaya memberikan segala sesuatu yang ada dalam rumah-Nya yang dijanjikan menjadi hak milik kita, dan berkata saya ingin semua karunia-karunia itu, saya menginginkan bagian yang terbaik, berkat yang penuh bahkan melimpah, saya ingin semua itu menjadi milik saya.

Dalam Lukas 15:11 Yesus berkata lagi: “Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki, kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka.”
Ironisnya, berkat Bapalah yang membiayai perjalanan anak yang terhilang itu untuk menjauhi wajah Bapa! Dan melalui kesadaran kemiskinan hatinya, ia digerakkan kembali kepada pelukan Bapa, Lukas 15:13-17 mengatakan: “Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh.

Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan ia pun mulai melarat, lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya.
Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorang pun yang memberikannya kepadanya, lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan.

Mungkin kita pernah menggunakan berkat-berkat yang Tuhan berikan kepada kita untuk membiayai perjalanan kita meninggalkan Kristus sebagai pusat hidup kita. Sampai pada suatu titik tertentu dimana dunia menolak keberadaan kita dan kita tidak bisa lagi bertahan bahkan kita mengalami masa-masa yang sulit dan pergumulan yang tiada henti yang membuat kita terpuruk sampai kehilangan harapan, karena tak ada lagi persekutuan dengan Tuhan bahkan kita tidak bisa merasakan lagi hadirat-Nya.

Pemulihan atau kebangunan rohani akan terjadi apabila kita mau datang kepada Dia dan tersungkur di kaki-Nya dalam pertobatan yang sungguh: “Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya.

Dunia boleh membenci dan menolak kita, tetapi Allah kita adalah Allah yang penuh dengan kasih setia: “Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa. Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya.Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita.”
Seberapa dalam kita telah jatuh? seberapa jauh kita telah meninggalkan-Nya? Seberapa merah dosa kita dihadapan-Nya? Dia adalah Allah yang setia yang selalu menanti kita untuk datang kembali kepada-Nya.


Christian Internationalism

This vision of the apostle Paul described comprehensively and in detail in a famous sermon in which he addressed to the Greek philosophers in Athens (Acts 17:22-31). Ancient Athens was the center of ethnic pluralism, cultural, and religious. Since the 5th century BC, Athens was a very important city-state in Greece, and when combined become part of the Roman empire, Athens became one of the most prominent metropolitan cities around the world.

In relation to religious life, is easy to listen to Paul's comment that the population of Athens was "very religious", because according to a satirist (a satiric), it is easier to see a god in Athens than a man. The city was filled with sacred temples, altars, symbols and statues of the gods.
Then how the apostle Paul's attitude toward the situation multiracial, multicultural, and multireligious this?

The first, he proclaimed the unity of the human race, or God as the God of creation. God is the Creator and Lord of the earth and all its contents. He who gives to all human beings live and breath and everything they needed. From one man He made all nations to inhabit the whole earth, so they seek Him and find Him, though He is not far from our own. "For in Him we live, we move, we're there and we are His offspring." From the image of God as creator, maintainer, and the father of all mankind.

Although in terms of close personal relationships, God is the Father of those who was adopted as a member of his family solely on the basis of grace, but in a broader sense of God is the Father of all mankind, because all men are his descendants - that is, which exists because created by him - and all mankind is our brother, because both were created by him and a picture with him, in his view we are all equal in worth and dignity and therefore have the same rights to be respected and given fair treatment.

The second, Paul proclaimed the cultures of ethnic diversity, or God as the Lord of history. The living God not only made all peoples, from one person to inhabit the whole earth. but the seasons for them and the boundaries of their habitation (Acts 17:26). So the age and residence of the nations in God's hands. Culture is a natural complement. The 'natural' it is everything that comes from God and we have inherited, they are 'cultural' is man-made and studied.
Culture is a mixture of beliefs, values, customs and institutions developed by each community and passed on to the next generation. Dubious human culture is the (dubious), humans are creatures of God, then in the culture there are a variety of beauty and goodness, but because he has fallen into sin, then everything in the culture tainted by sin.

The third, Paul proclaimed the finality of Jesus Christ, or God as the God of revelation. He ended his sermon with God's call for universal repentance in connection with the coming of universal justice, or judge whose day has been ordained by God (Acts 17:30, 31). Paul refused to remain silent on religious pluralism of the people of Athens, worship of idols in the city was very sad heart (Acts 17:16) because it was a blasphemy against the God of life. So he cried out to the people of Athens had to repent and turn from their idols to Christ.

Our willingness to accept diversity respectful cultures do not automatically imply acceptance of the same to religious pluralism / diversity of religions. Special richness of each culture and its uniqueness, it must be appreciated but not including the worship of idols which may be hidden behind the skill as a culture we must accept.
For us there can never compete with Jesus Christ, because we believe that God has spoken in full and final settlement through Him and that He is the only Savior who died and rose again and someday will come to judge the world.

Fourthly, Paul proclaimed the glory of the church of Christ, or God as the God of salvation. Preaching that Jesus died and rose again to create new people and be reconciled to God is very clear, with the birth of the church then the flow of history has been played back. Old Testament is the story about the scattering of humans who, on the distribution of nations, of disputes with each other. But the New Testament is the story of the unification of nations into a single international community.

Acts 17:34, tells us that some people into believing them Dionysius the Areopagus council members (the oldest in the court of Athens, dating back to the legend), and a woman named Damaris and others along with them.
So this is where the core of the new society, where men and women of all ages, from all racial origins, cultural, and social, find their unity in Christ. Because God made all nations and determine the age and residence of each as well as He calls us to a new internationalism that is the call of Christian internationalism that does not mean our commitment to Him and His church will abolish our nationality, we will not lose our masculinity or feminine, while specificity of racial, national, social, and sexual us remains intact, it is no longer separated us, all the specificity that has been raised to the uniqueness of us as a family of God (Galatians 3:8).
Through Him we have been called by God into a new unity and, more broadly.


Internasionalisme Kristiani

Visi ini diuraikan rasul Paulus secara menyeluruh dan terinci dalam khotbahnya yang terkenal yang dialamatkannya kepada para filsuf Yunani di Athena (Kisah Rasul 17:22-31). Athena purba merupakan pusat pluralisme etnik, kultural, dan religius. Sejak abad ke-5 sM, Athena adalah negara kota yang sangat penting di Yunani, dan ketika digabungkan menjadi bagian dari kerajaan Romawi, Athena menjadi salah satu kota metropolitan yang sangat terkemuka di seluruh dunia.

Sehubungan dengan kehidupan beragama, adalah mudah menyimak komentar Paulus bahwa penduduk Athena “sangat religius”, sebab menurut seorang satirist (seorang yang suka menyindir), adalah lebih mudah menemui seorang dewa di Atena dari pada seorang manusia. Kota itu penuh dengan kuil keramat, altar, lambang dan patung dewa-dewa.
Lalu bagaimana sikap rasul Paulus terhadap situasi multirasial, multikultural, dan multireligius ini?

Yang pertama, ia memproklamasikan kesatuan ras manusia, atau Allah sebagai Tuhan atas ciptaan. Allah adalah khalik dan Tuhan atas bumi dan segenap isinya. Ia yang memberikan kepada semua makhluk manusia hidup dan nafas mereka dan segala sesuatu yang dibutuhkan. Dari satu orang Dia telah menjadikan semua bangsa, untuk mendiami seluruh muka bumi, supaya mereka mencari Dia dan menemukan Dia, walaupun Ia tidak jauh dari kita masing-masing. “Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada dan kita adalah keturunan-Nya”. Dari gambaran tentang Allah sebagai pencipta, pemelihara, dan Bapak dari seluruh umat manusia.

Meskipun dalam arti hubungan pribadi yang akrab, Allah adalah Bapak dari mereka yang Ia angkat sebagai anggota keluargaNya semata-mata atas dasar anugerah, namun dalam arti lebih luas Allah adalah Bapak dari seluruh umat manusia, karena semua manusia adalah keturunanNya – artinya, yang ada karena di ciptakan oleh Dia – dan semua manusia adalah saudara kita, karena sama-sama diciptakan oleh Dia dan segambar dengan Dia, maka dalam pandanganNya kita semua setaraf dalam nilai dan martabat dan karena itu memiliki hak yang sama untuk dihormati dan diberikan perlakuan yang adil.

Yang kedua, Paulus memproklamasikan kebhinekaan kultur-kultur etnik, atau Allah sebagai Tuhan atas sejarah. Allah yang hidup bukan saja telah menjadikan semua bangsa dari satu orang untuk mendiami seluruh muka bumi. melainkan musim-musim bagi mereka dan batas-batas kediaman mereka (Kisah Rasul 17:26). Jadi zaman dan tempat tinggal bangsa-bangsa ada dalam tangan Allah. Kultur adalah komplemen alam. Yang ‘alami’ itu adalah segala sesuatu yang datangnya dari Allah dan kita warisi, sedang ‘kultural’ adalah buatan manusia dan yang dipelajari.

Kultur adalah campuran kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, adat kebiasaan dan lembaga-lembaga yang dikembangkan oleh setiap masyarakat serta diteruskan kepada generasi berikutnya. Kultur manusia adalah Dubious (bersifat meragukan), manusia adalah makhluk ciptaan Allah, maka dalam kulturnya terdapat berbagai keindahan dan kebaikan tetapi karena ia telah jatuh ke dalam dosa, maka segala sesuatu dalam kulturnya tercemar oleh dosa.

Yang ketiga, Paulus memproklamasikan finalitas Yesus Kristus, atau Allah sebagai Tuhan atas penyataan. Ia mengakhiri khotbahnya dengan panggilan Allah untuk pertobatan universal sehubungan dengan peradilan universal yang mendatang, yang harinya maupun hakimnya sudah ditetapkan Allah (Kisah Rasul 17:30, 31). Paulus menolak berdiam diri terhadap pluralisme religius orang-orang Athena, pemujaan patung-patung berhala di kota itu amat menyedihkan hatinya (Kisah Rasul 17:16) karena itu sebagai hujatan terhadap Allah yang hidup.
Sebab itu ia berseru kepada orang-orang Athena itu supaya bertobat dan berpaling dari patung-patung berhala mereka kepada Kristus. Kesediaan kita penuh hormat menerima kebhinekaan kultur-kultur tidak otomatis mengimplikasikan penerimaan yang sama terhadap pluralisme religius/kebhinekaan agama-agama. Kekayaan khusus masing-masing kultur dan keunikannya, memang harus dihargai namun bukan termasuk penyembahan kepada berhala yang mungkin tersembunyi dibalik kebolehannya sebagai kultur yang harus kita terima.

Bagi kita pantang ada yang bisa menyaingi Yesus Kristus, sebab kita percaya bahwa Allah telah berfirman secara penuh dan final melalui Dia dan bahwa Dialah Juruselamat satu-satunya, yang telah mati dan bangkit kembali dan suatu hari kelak akan datang menjadi Hakim dunia.
Yang keempat, Paulus memproklamasikan kemuliaan gereja Kristus, atau Allah sebagai Tuhan atas keselamatan. Pemberitaan bahwa Yesus mati dan bangkit kembali untuk menciptakan umat yang baru dan diperdamaikan dengan Allah memang sangat jelas, dengan lahirnya gereja maka arus sejarah telah diputar balik.

Kitab Perjanjian Lama adalah kisah tentang manusia yang diserakkan, tentang penyebaran bangsa-bangsa, tentang perselisihan satu sama lain. Tapi Kitab Perjanjian Baru adalah kisah tentang pemersatuan bangsa-bangsa menjadi suatu masyarakat internasional yang tunggal.
Kisah Rasul 17:34, menceritakan bahwa beberapa orang menjadi percaya diantaranya Dionisius anggota majelis Areopagus (lembaga pengadilan paling tua di Athena berasal dari zaman legenda), dan seorang perempuan bernama Damaris dan juga orang-orang lain bersama dengan mereka.

Jadi disinilah inti masyarakat yang baru itu, di mana pria dan wanita dari segala usia, dari segala asal muasal rasial, kultural, dan sosial, menemukan kesatuan mereka dalam Kristus. Karena Allah yang menjadikan semua bangsa dan menetapkan zaman dan kediamannya masing-masing sekaligus juga Ia memanggil kita untuk suatu internasionalisme baru yaitu internasionalisme Kristiani.

Panggilan itu bukan berarti komitment kita kepadaNya dan gerejaNya akan menghapuskan nasionalitas kita, kita tidak akan kehilangan kemaskulinan atau kefeminiman kita sementara kekhususan rasial, nasional, sosial, dan seksual kita tetap utuh, semua itu tidak lagi memisah-misahkan kita, semua kekhususan itu telah terangkat ke dalam ketunggalan kita sebagai keluarga Allah (Galatia 3:8). Melalui Dia kita telah dipanggil Allah kedalam suatu persatuan yang baru dan lebih luas lagi.


The Loss Of Morals In Society

Moral (Latin Morality) is a term called human to human or other person in the act of having a positive value. Humans who have no morals called amoral and immoral means he has no positive value in the eyes of other humans. So the moral is the absolute thing that must be possessed by humans. Is explicitly moral matters relating to the socialization process of individuals without a moral man can not make the process of socialization.

Moral of today have an implicit value because many people who have moral or immoral behavior from a narrow perspective. That moral nature which is taught in schools and people should have the moral if he wants to be respected by others. Moral is the value of the absolutan in social life intact. Assessment of the moral culture is measured from the local community.

Moral is the act / behavior / greeting someone in her interactions with humans. if a person does it in accordance with the prevailing sense of value in society and be accepted as well fun with their communities, then that person is considered to have good morals, and vice versa, Morality is a product of culture and religion.
Moral is a state of mind, feeling, speech, and human behavior associated with the values of good and bad.

Every form of politics must have a moral basis, namely a set of beliefs and values are being complied with. What binds the community is the belief that we are all going to regulate our actions according to moral and religious framework of a mutually agreed upon. But moral and religious framework of this joint gradually been eroded.
Today many people believe that human beings can create their own standards, that ethics is just a matter of individual feelings and choices. But if ethics is derived into a feeling of dignity, moral ties which unite the people would just disappear. People no longer have standards of behavior agreed with that, they no longer knew what to expect from others then we will see the emergence of a sense of mistrust and hostility in society.

Christians have an obligation to bring the transcendental moral values in public debate. We can see that laws are rules to regulate human behavior, from the standpoint of the State law is to uphold the truth or prove the fault of human behavior. Therefore most of the law has moral implications. The presence of the kingdom of God in society means that the presence of a community of people whose lives have become witnesses of law behind the law.

They reject relativism, believing that some things right and some things wrong, and hold on universal ethical norms, thus the presence of Christians in society became a strong fortress to defend legal sanity, and the kingdom of God is more than just a model. Kingdom of God really operate as human control over the kingdom through his people and through the most visible manifestations of his church.

The Church is the main institution with moral authority to mediate between the individual and the State, to require accountability for the implementation of State obligations towards its citizens, because when the State forget or deny the values into the original terms of the contract, in essence, it violates the contract with its citizens, because that's the church must take the initiative and requested the State responsibility.
This is the point where the conflict between the two kingdoms to be strongest. Government naturally seek power and are always trying to find his own moral legitimacy to its decisions. Inevitably, which appeared in history, the result of government efforts to impose his own moral vision on society or to act without independent control of consciences then we'll see a tyranny.Duty to disseminate the moral vision is not solely lie in the government but at other institutions in society, especially churches.

When the State overstep the limits of authority, religion becomes the only effective source of moral stamina and the church do this not with the aim to become an institution on earth but for the common good. When we say Jesus is Lord will be a serious threat to totalitarian regimes everywhere, the church has undergone many brutal attacks, among others, the closure-closure-burning and burning churches throughout the world, oppression is precisely centered on church involvement in community .
Jesus did not come to establish a political kingdom but a statement about the kingdom of God has had profound consequences for the political situation. When Jesus said to Pilate, "My kingdom is not of this world," Pilate probably breathed in relief. But he should think again, whichever is more threatening for a ruler: an external enemy forces with a powerful but invisible, or the king who ruled the human soul immortal? Options that can compromise both the desire and love, demanded absolute obedience, to give unlimited power to the slave-servants, and radically change the lives and values which they embrace.

That is why the kingdom of God has made a huge impact on the most powerful kingdom of men, though in every era.
Through these people are aware of their authority and live by ethics, the kingdom of God changed the direction of history, decided a vicious circle of violence, injustice, and selfishness, which can not be changed in other ways.


Hilangnya Moral Dalam Masyarakat

Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia.

Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya.
Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia, apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama.

Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk.
Setiap bentuk politik harus memiliki dasar moral, yaitu serangkaian kepercayaan dan nilai-nilai yang dipatuhi bersama. Apa yang mengikat masyarakat adalah kepercayaan bahwa kita semua akan mengatur tindakan kita menurut kerangka moral dan keagamaan yang disepakati bersama. Tetapi kerangka moral dan keagamaan bersama ini sedikit demi sedikit terkikis habis.
Saat ini banyak orang percaya bahwa manusia bisa menciptakan standar sendiri, bahwa etika hanyalah soal perasaan dan pilihan individual. Tapi bila etika diturunkan derajatnya menjadi perasaan, ikatan moral yang menyatukan masyarakat akan segera lenyap. Orang tidak memiliki lagi standar tingkah laku bersama yang disepakati, mereka tidak tahu lagi apa yang bisa diharapkan dari orang lain maka kita akan melihat timbulnya rasa ketidak-percayaan dan rasa permusuhan dalam masyarakat.

Orang Kristen memiliki kewajiban untuk membawa nilai-nilai moral transendental dalam debat umum. Kita bisa melihat bahwa hukum adalah peraturan-peraturan untuk mengatur perilaku manusia, hukum dari sudut pandang Negara adalah menegakkan kebenaran atau membuktikan kesalahan perilaku manusia. Karena itu sebagian besar hukum memiliki implikasi moral.
Kehadiran kerajaan Allah dalam masyarakat berarti hadirnya komunitas orang yang hidupnya menjadi saksi hukum dibelakang hukum. Mereka menolak relativisme, percaya bahwa sebagian hal benar dan sebagian hal salah, dan berpegang pada norma-norma etika universal, dengan demikian kehadiran orang Kristen dalam masyarakat menjadi benteng yang kuat untuk mempertahankan kewarasan legal, dan kerajaan Allah lebih dari sekedar model. Kerajaan Allah benar-benar beroperasi sebagai kendali di atas kerajaan manusia melalui orang-orangnya dan melalui manifestasinya yang paling tampak yaitu gereja-Nya.

Gereja adalah institusi utama dengan otoritas moral untuk menjadi penengah antara individual dan Negara, untuk meminta pertanggung-jawaban Negara atas pelaksanaan kewajiban terhadap warganya, karena ketika Negara lupa atau menyangkal nilai-nilai yang menjadi syarat-syarat asli dari kontrak, pada intinya itu melanggar kontrak dengan warganya, karena itulah gereja harus mengambil inisiatif dan meminta pertanggung-jawaban Negara.

Ini adalah titik di mana konflik antara dua kerajaan ini menjadi paling kuat. Pemerintah secara alamiah mencari kekuasaan dan selalu berusaha untuk mencari legitimasi moralnya sendiri untuk keputusannya. Tanpa terelakkan, yang tampak dalam sejarah, hasil usaha pemerintah untuk memaksakan visi moralnya sendiri pada masyarakat atau bertindak tanpa kendali suara hati independent maka kita akan melihat suatu tirani.

Tugas untuk menyebar-luaskan visi moral tidak semata-mata terletak pada pemerintah tapi pada institusi lain dalam masyarakat, terutama gereja.
Ketika Negara melangkahi batas otoritasnya, agama menjadi satu-satunya sumber efektif untuk daya tahan moral dan gereja melakukan ini bukan dengan tujuan untuk menjadi institusi di bumi tapi untuk kebaikan bersama. Ketika kita menyatakan Yesus adalah Tuhan itu akan menjadi suatu ancaman yang serius bagi rejim totaliter manapun, gereja sudah banyak mengalami serangan-serangan brutal antara lain penutupan-penutupan dan pembakaran-pembakaran gereja yang tersebar diseluruh dunia, penindasan tersebut justru dipusatkan pada keterlibatan gereja dalam masyarakat.

Yesus tidak datang untuk mendirikan kerajaan politis namun pernyataan tentang kerajaan Allah telah memiliki akibat yang mendalam bagi keadaan politis. Ketika Yesus berkata pada Pilatus, “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini,” Pilatus mungkin menghembuskan nafas lega. Tapi harusnya ia berpikir lagi, mana yang lebih mengancam bagi seorang penguasa: musuh eksternal dengan pasukan yang perkasa tapi kelihatan, atau Raja abadi yang memerintah jiwa manusia? Pilihan yang kedua bisa menguasai keinginan dan cinta, menuntut ketaatan mutlak, memberikan kekuatan yang tidak terbatas pada hamba-hambaNya, dan secara radikal mengubah kehidupan dan nilai-nilai yang mereka anut.

Itulah sebabnya mengapa kerajaan Allah memiliki pengaruh yang sangat luar biasa pada kerajaan manusia yang paling kuat sekalipun dalam tiap jaman.
Melalui orang-orang yang menyadari otoritasnya dan hidup berdasarkan etika itu, kerajaan Allah mengubah arah sejarah, memutuskan lingkaran setan kekerasan, ketidak-adilan, dan keegoisan, yang tidak dapat diubah dengan cara lain.