Leadership


Leadership is a concept which is used by the church and the world, but we should not assume that Christians know and understand the world about the concept is identical.
Also we should not adhere to secular management models without first examining it thoroughly, whether in accordance with Christianity or not. Because Jesus taught a style entirely new leadership like never before.

He stated the difference between the leadership of the old and new in the sense as follows: "You know, that they called the government of nations ruled his subjects with an iron hand, and magnifying, magnifying its power with a strong run over them. It is not so among you, who want to become great among you, let him be your servant, and whoever wants to be the foremost among you, let him be a servant to all. For the Son of man came not to be served but to serve and give His life a ransom for many "(Mark 10:42-45).

For the followers of Jesus, the leader is not synonymous with being the master. Our call is to serve, not to master. Our call is to be a servant and not become king of kings. It is true, leadership is impossible without a certain authority. Without it can not lead anyone, not even the apostles, they are given Jesus' authority and they exercise authority to teach and educate them in obedience to the church.

Also on today's church pastors, although they are not apostles and do not have apostolic authority, must be respected because of their position as "leader" of the church, 1 Thessalonians 5:12 says: "We ask you, brethren, that you should respect those who work hard among you, who lead you in the Lord and who began to rebuke you, and that you should earnestly honor their love for their work. Live always in peace one with another.

even in Hebrews 13:17 must be obeyed: "Obey your leaders and submit to them, for they keep watch over your souls, as those who must be responsible for it ... ... ..."
However, emphasis is placed on the authority of Jesus is not the leader but on-ruling leader-servant humility. Authority by which the Christian leader leads is not power but love, not violence but an example, not coercion but persuasion.
Leaders have power, but power is only safe in the hands of those who humble themselves to serve. The main danger is contained in the leadership of arrogance. The model of leadership style pharisaism no place in the new society being built Jesus. They love to be different levels, such as expressed in the title of "Father, Rabbi, Rabbi" and it's an insult, either against God, the only one who is entitled to that title, as well as against the Christian brotherhood, which the procurement of distinction to be divided.

In the Gospel of Matthew 23:1-12 says: Then said Jesus to the crowds and to His disciples, saying: "The scribes and the Pharisees sit in Moses' seat. Therefore hold fast and do everything they teach you, but do not obey their deeds, because they teach it but do not do it.

They bind heavy burdens, and then put it on the shoulders of people, but they themselves do not want to touch it. All the work they do is meant to be seen of men: they use a prayer rope wide and long tufts; they like to sit in an honored place in the banquet and at the forefront in the synagogue, they like to receive the honor in the market and likes to be called Rabbi.

But you, do you called Rabbi: for one is your Rabbi and you are all brothers. And do not call anyone on earth father, for one is your Father, Him who is in heaven. Do you also called a leader, because only one Guide, even Christ.
The biggest Whoever among you, let him be your servant. And whoever exalts himself, he will be humbled and he who humbled himself shall be exalted.
Let us use the cloak of humility, and serve one another in love, no Christian leadership that can be called authentic, if not marked by a spirit of humility and service with joy.

Kepemimpinan


Kepemimpinan adalah suatu konsep yang sama dipakai oleh gereja maupun dunia, namun kita tidak boleh asumsikan bahwa paham orang Kristen dan paham dunia mengenai konsep itu adalah identik.
Juga kita tidak boleh menganut model-model manajemen sekuler tanpa menelitinya terlebih dahulu secara seksama, apakah sesuai dengan Kekristenan atau tidak. Sebab Yesus mengajarkan suatu gaya kepemimpinan yang sama sekali baru yang belum pernah ada sebelumnya.

Ia menyatakan perbedaan antara kepemimpinan yang lama dan yang baru itu dalam arti sebagai berikut; “Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka.
Tidaklah demikian diantara kamu, barang siapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Markus 10:42-45).

Bagi pengikut-pengikut Yesus, menjadi pemimpin itu tidak sinonim dengan menjadi tuan. Panggilan kita ialah untuk melayani, bukan untuk menguasai. Panggilan kita ialah menjadi hamba dan bukan menjadi raja di raja. Memang benar, kepemimpinan mustahil tanpa otoritas tertentu. Tanpa itu siapapun tak bisa memimpin, tidak terkecuali para rasul, mereka diberikan Yesus otoritas dan mereka menjalankan otoritas itu dalam mengajar dan mendidik ketaatan pada gereja.

Juga kepada para pendeta jemaat masa kini, meskipun mereka bukan rasul dan tidak memiliki otoritas rasuli, harus dihormati karena kedudukan mereka sebagai “pemimpin” jemaat, 1 Tesalonika 5:12 mengatakan: “Kami minta kepadamu, saudara-saudara, supaya kamu menghormati mereka yang bekerja keras di antara kamu, yang memimpin kamu dalam Tuhan dan yang menegor kamu; dan supaya kamu sungguh-sungguh menjunjung mereka dalam kasih karena pekerjaan mereka. Hiduplah selalu dalam damai seorang dengan yang lain.

bahkan dalam kitab Ibrani 13:17 harus ditaati : “Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya………”
Namun, titik berat yang diletakkan Yesus bukanlah atas otoritas pemimpin-penguasa melainkan atas kerendahan hati pemimpin-hamba. Otoritas dengan mana pemimpin Kristiani itu memimpin bukanlah kekuasaan melainkan kasih, bukan kekerasan melainkan teladan, bukan paksaan melainkan persuasi.
Pemimpin-pemimpin memiliki kekuasaan, tapi kekuasaan hanya aman dalam tangan mereka yang merendahkan dirinya untuk melayani. Bahaya utama yang terkandung dalam kepemimpinan adalah keangkuhan. Model kepemimpinan gaya farisi tak ada tempatnya dalam masyarakat baru yang sedang dibangun Yesus. Mereka senang sekali akan perbedaan tingkat, seperti misalnya terungkap dalam gelar “Bapak, Guru, Rabi” padahal ini suatu penghinaan, baik terhadap Allah, satu-satunya yang berhak atas gelar itu, maupun terhadap persaudaraan Kristiani, yang oleh pengadaan pembedaan menjadi terpecah belah.

Dalam Injil Matius 23:1-12 mengatakan: Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: "Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.

Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi.

Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. Dan janganlah kamu menyebut siapa pun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias.
Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.

Marilah kita menggunakan jubah kerendahan hati, dan saling melayani dalam kasih, tidak ada kepemimpinan Kristiani yang dapat disebut autentik, kalau bukan ditandai oleh roh kerendahan hati dan pelayanan dengan sukacita.

Measuring Sticks

"For the Word of God .... Judges our hearts and minds" (Hebrews 4:12), the Word of God is piercing like a very sharp knife that can cut the toughest materials though. In the same paragraph, the Holy Spirit said that the Word of God "penetrates even to dividing soul and spirit".

Two sentences in Hebrews 4:12 shows us that the Word of God can reveal the depths of the human heart, even what can not seem to reach or hidden.
Reading or listening to the Word of God can reveal a very thin difference between the soul and spirit, and reveal whether a person lives in a psychological or spiritual life. The word "distinguished" by the Holy Spirit with a specific purpose to illustrate the role of the Word of God in our lives. In this case we can see that the Word of God provides a standard or "yardstick", as a measure of our lives.

Word of God gives us a way to assess our lives, so we can see if we're living in a way that is pleasing to God or the path that is still far removed from God. But the Bible does not the acts that appeared alone, which seems pure in the eyes of humans, Word also reveals the motivations of the heart, the secrets behind our actions. "... All things naked and open in front of him, that in Him we must give accountability" (Hebrews 4:13, Proverbs 16:2).

There is no interpretation exaggeration to say that the Word of God to test whether human life and the lives outwardly spiritual, physical and spiritual lives together under observation and careful monitoring of the Word of God.
There are times when we may be hesitant to our motivations. Sometimes a false conviction in our hearts breaking, that's the time when the Word of God can be sure or convinced us back and help us to find out how they should respond to God and His work in our hearts. The Holy Spirit will use the Word of God to guide us into all truth.

To avoid the use of the Word of God to judge others, then we must remember what Jesus taught his disciples. In Luke 6:37-42 "Do not ye judge, ye will not be judged ...." Jesus warned of judgmental nature and likes to criticize others, especially when we may be blinded by our own situation even worse in our lives.

Someone quick to judge other people's mistakes and ignore their own weaknesses, will be less useful in the hands of God to set an example to others lives for the glory of Jesus. We can serve God and others well, by the way first and foremost we must apply the power of understanding the Word of God for our own lives.

Tongkat Pengukur


Tongkat Pengukur
“Sebab Firman Allah….sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita” (Ibrani 4:12), Firman Allah sangat menusuk seperti pisau yang sangat tajam yang dapat memotong bahan yang paling keras sekalipun. Dalam ayat yang sama, Roh Kudus berkata bahwa Firman Allah “menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh”.
Dua kalimat di dalam Ibrani 4:12 ini menunjukkan kepada kita bahwa Firman Allah dapat menyingkapkan kedalaman hati manusia, bahkan apa yang kelihatannya tidak dapat terjangkau atau tersembunyi.
Membaca atau mendengarkan Firman Allah dapat menyingkapkan perbedaan yang sangat tipis antara jiwa dan roh, dan mengungkapkan apakah seseorang hidup secara kejiwaan atau hidup secara rohani. Kata “membedakan” oleh Roh Kudus dengan maksud tertentu untuk menggambarkan peran dari Firman Allah dalam hidup kita. Dalam hal ini kita dapat melihat bahwa Firman Allah menyediakan standard atau “tongkat pengukur”, sebagai tolok ukur dalam kehidupan kita.
Firman Allah memberikan kepada kita cara untuk menilai hidup kita, agar kita dapat melihat apakah kita sedang hidup dalam jalan yang berkenan kepada Allah atau jalan yang masih jauh menyimpang dari Allah. Tetapi Alkitab tidak menilai perbuatan-perbuatan yang nampak saja, yang kelihatan murni di mata manusia, FirmanNya juga menyingkapkan motivasi-motivasi hati, rahasia-rahasia yang berada di balik perbuatan-perbuatan kita. “…segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepadaNya kita harus memberi pertanggung jawaban” (Ibrani 4:13, Amsal 16:2).
Tidak ada penafsiran yang berlebihan untuk mengatakan bahwa Firman Allah menguji baik kehidupan manusia secara lahiriah maupun kehidupan rohaninya, kehidupan jasmani dan rohani sama-sama berada dibawah pengamatan dan pengawasan yang cermat dari Firman Allah.
Ada waktunya saat kita mungkin ragu-ragu akan motivasi-motivasi kita. Kadangkala penghukuman palsu menyusup dalam hati kita, itulah saat dimana Firman Allah dapat memastikan atau meyakinkan kita kembali dan menolong kita untuk mengetahui bagaimana seharusnya memberi respon kepada Allah dan pekerjaanNya di dalam hati kita. Roh Kudus akan menggunakan Firman Allah untuk menuntun kita kedalam seluruh kebenaran.
Untuk menghindari penggunaan Firman Allah untuk menghakimi orang lain, maka kita harus mengingat palajaran yang Yesus ajarkan kepada murid-muridNya. Dalam Lukas 6:37-42 “Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi….” Yesus memperingatkan akan sifat suka menghakimi dan suka mengkritik orang lain, khususnya ketika kita mungkin buta oleh keadaan kita sendiri yang malah lebih buruk dalam hidup kita.
Seseorang yang cepat menghakimi kesalahan orang lain dan mengabaikan kelemahan-kelemahannya sendiri, akan menjadi kurang berguna ditangan Allah untuk memberi teladan kehidupan kepada orang lain bagi kemuliaan Yesus. Kita dapat melayani Tuhan dan orang lain dengan baik, dengan cara pertama-tama dan yang terutama kita harus mengaplikasikan kuasa pemahaman Firman Allah bagi hidup kita sendiri.

Marriage


"Therefore a man will leave his father and mother and be united to his wife, so that they become one flesh". (Genesis 2:24).
Based on this verse, we may conclude, that for God's marriage is when a man broke away from his parents to bond with his wife and become one flesh with him.
'separation' and 'merge' is included in the particulars and must take place in that order. Meaning is the replacement of a single human bonds (child-parent) with other human bond (husband-wife). There are some similarities in the two bonds, since both relations are the same complex and contains various elements.
There is a physical element (the one in the form conceived, born and breastfed and the other in the form of intercourse), the emotional elements (growing up, as the process of development of dependency relationship of childhood to maturity with the partner relationship as lively as dead), and social elements (child children inherit a family unit already exists, husband and wife creates a new unit).
But there is also an essential inequality between the two, because the biblical phrase 'one flesh' indicates that the unity of husband and wife physically, emotionally and socially is far more profound and mysterious than the personal nature of the relationship between the children with their parents, so can say: " failure to achieve a minimum of emotional self-sufficiency is one of the main precursor destruction of marriage.
Genesis 2:24 implies that marriage is the exclusive bond (a man ... and ... his wife) with the consent of a lot (leaving his father and mother), permanent (together with his wife), achieved through intercourse kegenapannya (become one flesh).
Thus, the biblical definition of marriage which read as follows: "Marriage is a bond that promises exclusive and heterosexual between one man and one woman, ordained and established by God, preceded by the departure of leaving parents with the knowledge of the crowd, reached the fulness is fully in intercourse, became a permanent partner support each other, and usually crowned with the conferment of the children '.
Any one can not cancel the wedding, but in reality percerain (breaking the bonds of marriage) from year to year higher, sociological causes of this increase in divorce rates and a variety of many kinds. This includes the emancipation of women, changes in subsistence patterns (both parents working) pressures of family life due to unemployment and financial difficulties and would also ease given the marriage law to divorce, but above all it was the most decisive reason for the collapse of marriage is the image of the decline of Christian faith is waning along with the commitment to the Christian understanding of the sanctity and permanence of marriage.
Divorce is allowed in extreme circumstances certain but if it is allowed, breaking the bond that remains a deviation from the intent and will of God, in principle, marriage is a lifelong bond and divorce is a breach of contract, an act of betrayal.
As God ... hates ... (Malachi 2:13-16).

Perkawinan

“Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging”. (Kejadian 2:24).
Berdasarkan ayat ini kita dapat menarik kesimpulan, bahwa bagi Allah perkawinan adalah kalau seorang laki-laki memisahkan diri dari orangtuanya untuk menyatu dengan istrinya dan menjadi sedaging dengan dia.
‘memisahkan diri’ dan ‘menyatu’ ini termasuk dalam satu ihwal dan harus berlangsung dalam urutan itu. Maknanya adalah penggantian dari ikatan manusiawi yang satu (anak-orangtua) dengan ikatan manusiawi yang lain (suami-istri). Ada beberapa kesamaan dalam kedua ikatan itu, sebab kedua relasi itu sama kompleks dan mengandung berbagai unsur.

Ada unsur fisik (yang satu dalam bentuk dikandung, dilahirkan dan disusui dan yang lain dalam bentuk persetubuhan), unsur emosional (bertumbuh, selaku proses perkembangan dari hubungan ketergantungan semasa kanak-kanak ke hubungan kedewasaan dengan mitra sehidup semati), dan unsur sosial (anak-anak mewarisi suatu unit keluarga yang sudah ada, suami-istri menciptakan unit yang baru).

Namun ada ketidaksamaan yang esensial juga antara keduanya, sebab ungkapan Alkitabiah ‘satu daging’ menandakan bahwa kesatuan suami istri secara fisik, emosional dan sosial adalah jauh lebih mendalam dan misterius sifat personalnya daripada relasi antara anak-anak dengan orangtua, sehingga dapat di katakan: “kegagalan mencapai suatu minimum kemandirian emosional merupakan salah satu cikal bakal utama kehancuran perkawinan.
Kejadian 2:24 mengimplikasikan bahwa perkawinan adalah ikatan ekslusif (seorang laki-laki…dan...istrinya) dengan sepengetahuan orang banyak (meninggalkan ayahnya dan ibunya), permanen (bersatu dengan istrinya), mencapai kegenapannya melalui persetubuhan (menjadi satu daging).

Dengan demikian maka definisi perkawinan yang Alkitabiah bunyinya sebagai berikut: ‘Perkawinan adalah suatu ikatan janji yang ekslusif dan heteroseksual antara satu orang laki-laki dan satu orang perempuan, ditahbiskan dan dikukuhkan oleh Allah, didahului oleh kepergian meninggalkan orangtua dengan sepengetahuan orang banyak, mencapai kegenapan yang sepenuhnya dalam persetubuhan, menjadi suatu pasangan yang permanen saling menopang, dan biasanya dimahkotai dengan penganugerahan anak-anak’.

Suatu apapun tak dapat membatalkan perkawinan, namun kenyataannya percerain (pemutusan ikatan perkawinan) dari tahun ke tahun semakin tinggi, sebab musabab sosiologis peningkatan angka perceraian ini banyak dan beragam macam. Termasuk di dalamnya emansipasi kaum wanita, perubahan dalam pola pencarian nafkah (kedua orangtua bekerja) tekanan atas hidup kekeluargaan akibat pengangguran dan kesulitan finansial dan tentu juga kemudahan yang diberikan undang-undang perkawinan untuk perceraian, namun di atas segala-galanya itu alasan yang paling menentukan bagi ambruknya citra perkawinan ialah kemunduran iman Kristen bersamaan dengan itu memudarnya komitmen terhadap pemahaman Kristiani tentang kesucian dan keabadian perkawinan.

Perceraian diperbolehkan dalam keadaan-keadaan ekstrim tertentu namun jika itu diperbolehkan, pemutusan ikatan itu tetap merupakan penyimpangan dari maksud dan kehendak Allah, pada prinsipnya perkawinan adalah suatu ikatan seumur hidup dan perceraian adalah pelanggaran perjanjian, suatu tindakan penghianatan.
Seperti dikatakan Allah… dibenciNya… (Maleakhi 2:13-16).

The Image of Christ

A shadow is a person, object or event that is a prophetic symbol of someone or something that will come. "Shadows" biblical like this or have similar characteristics of the individual or event in question. For example, the Passover lamb is there in Exodus 11 and 12 is a shadow of Christ.
Role of blood atonement and the protection of the Passover Lamb in the prophecy of Christ shows the role that will fulfill when He died for the sins of the whole world. The image of the Old Testament Passover lamb which precedes the fulfillment of the new covenant of Christ, the Lamb of God.

Another example is the Old Testament laws of God, which is described in Hebrews 10:1 as "the shadow only of the salvation that will come, and not the nature of salvation itself. Therefore with the same victim, who continually offered every year, the law can not be perfect those who come to take part in it. "
Because of what Christ did, then the animal sacrifices are no longer required for the redemption of sin. What Christ has to do is sacrifice "once and for all" for sin and salvation is available to all who received him wherever he is at all times (John 3:16; Hebrew 9:11-12, 23-28, 10 : 10, 1 Peter 3:18).

The image of the Old Testament is not yet perfect, God planned it that way because this is only a shadow of what will take place entirely within the bounds of the New Testament affirmed by Christ. Intervention of God with His people throughout history to change His plan for mankind while more and more open. The Mosaic law has so many rules given to the Israelites to prepare them for the coming of the Son of God. Galatians 3:24-25 says, "So the law is a guide for us until Christ came, so we are justified by Faith. Now that faith has come, we are no longer under the supervision of a guide " ( Romans 7:6).

It is wrong to insist that the special rules designed for the good of the nation of Israel at a time in the history of the person charged to the Christian today. An example of this is for instance the food laws of the nation of Israel. This law may be useful for the health of a person, but to assert that these laws is the law of God for all time would constitute a serious misinterpretation.
Paul says in Colossians 2:20-23 that the rules about what we eat can not save us, and that the only justification by faith in Christ is sufficient for salvation (Acts 10:9-16, 1 Corinthians 8:8, 10:3).

Another example is the collection of the Mosaic law on the need to sacrifice animals on a regular basis so that the forgiveness granted by God. In the book of Hebrews chapter 9 and 10, demonstrated the absolute superiority of Christ's sacrifice on the "blood of the goat and the blood of bulls and heifer sprinkling of ash ... how the blood of Christ, who by the eternal Spirit who had offered himself to God as a sacrifice irreproachable, will purify our consciences from acts that waste, so that we can worship the living God."

It is important to understand that God in the history of the progressive states the plan of salvation, the highest yield of the plan that has been established by God is death and resurrection of His Son.
This does not mean that the eternal principles of Old Testament had been knocked out but on the contrary, these principles have formed the Old Testament, to lead us to the revelation of God is very important and that His Son Jesus Christ.




Bayangan Kristus

Sebuah bayangan adalah sebuah pribadi, objek atau peristiwa yang merupakan simbol nubuatan dari seseorang atau sesuatu yang akan datang. “Bayangan” Alkitabiah seperti ini mirip dengan atau memiliki karakteristik dari pribadi atau peristiwa dimaksud. Sebagai contoh, domba paskah yang terdapat dalam Keluaran 11 dan 12 adalah sebuah bayangan dari Kristus.
Peran penebusan dan perlindungan dari darah Anak Domba Paskah secara nubuatan menunjukan peran yang akan Kristus genapi ketika Dia mati bagi dosa seluruh dunia. Bayangan Perjanjian Lama Domba Paskah mendahului penggenapan Perjanjian Baru yaitu Kristus, Anak Domba Allah.

Contoh lain adalah hukum-hukum Perjanjian Lama dari Allah, yang digambarkan dalam Ibrani 10:1 Sebagai “bayangan saja dari keselamatan yang akan datang, dan bukan hakekat dari keselamatan itu sendiri. Karena itu dengan korban yang sama, yang setiap tahun terus menerus dipersembahkan, hukum taurat tidak mungkin menyempurnakan mereka yang datang mengambil bagian di dalamnya.”

Karena apa yang Kristus lakukan, maka korban binatang tidak diperlukan lagi untuk tebusan dosa. Apa yang Kristus telah lakukan adalah korban “sekali untuk selama-lamanya” bagi dosa dan cukup tersedia untuk keselamatan semua orang yang menerima Dia dimanapun ia berada pada segala waktu (Yohanes 3:16; Ibrani 9:11-12, 23-28, 10:10, 1 Petrus 3:18).
Bayangan Perjanjian Lama ini belum sempurna, Allah memang merencanakannya demikian karena ini hanyalah bayangan dari apa yang akan digenapi seluruhnya di dalam ikatan Perjanjian Baru yang diteguhkan oleh Kristus. Campur tangan Allah dengan Umat-Nya berubah sepanjang sejarah sementara rencana-Nya bagi umat manusia semakin terbuka. 
Hukum Musa memiliki begitu banyak peraturan diberikan kepada bangsa Israel untuk mempersiapkan mereka bagi kedatangan Anak Allah. Galatia 3:24-25 berkata, “Jadi hukum taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena Iman. Sekarang Iman itu telah datang, karena itu kita tidak lagi berada di bawah pengawasan penuntun” (lht juga Roma 7:6).

Adalah salah untuk bersikeras bahwa peraturan-peraturan khusus dirancang untuk kebaikan bangsa Israel pada suatu waktu dalam sejarah dibebankan ke atas orang Kristen sekarang ini. Sebuah contoh dari hal ini misalnya hukum tentang makanan dari bangsa Israel. Mungkin hukum ini berguna bagi kesehatan seseorang, tetapi untuk memaksakan bahwa hukum-hukum ini adalah hukum Allah untuk segala waktu akan merupakan kesalahan penafsiran yang serius.

Paulus mengatakan dalam Kolose 2:20-23 bahwa peraturan-peraturan tentang apa yang kita makan tidak dapat menyelamatkan kita, dan bahwa hanya pembenaran oleh Iman di dalam Kristus sudah cukup untuk keselamatan (Kisah 10:9-16, 1 Korintus 8:8, 10:3).
Contoh lain adalah kumpulan hukum Musa tentang perlunya korban binatang secara rutin supaya pengampunan diberikan oleh Allah. 

Dalam kitab Ibrani pasal 9 dan 10, ditunjukkan keunggulan mutlak dari pengorbanan Kristus atas “darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda…betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup.”

Sangat penting untuk dimengerti bahwa Allah dalam sejarah secara progresif menyatakan rencana keselamatanNya, hasil tertinggi dari rencana yang telah ditetapkan oleh Allah adalah kematian dan kebangkitan Anak-Nya. Ini tidak berarti bahwa prinsip kekal dari Perjanjian Lama telah tersingkir tetapi sebaliknya, prinsip-prinsip Perjanjian Lama telah terbentuk, untuk memimpin kita kepada pewahyuan Allah yang sangat penting yaitu AnakNya Yesus Kristus.





Music From Heaven

Music is a gift or creation of God, the basics of what we consider is the truth of the Word of God in the Bible. God is the creator of the universe and that includes the music of this world, where there is a rhythm of the music movement of the sentence as a whole. Music without rhythm melody only just equal to the tent that there is no frame, a rhythm that's what turned the music or songs.

Likewise, the melody; a continuum and blend of tones and intervals (intervals) that was formed as a union as well as the harmony is a harmony between one tone with another tone.
Why is this allowed to happen? is this just a coincidence? certainly not not! this occurs because there is He the creator, God the creator of music. The Bible also shows the beginning of the music (Genesis 4:21) Yubal known as the father of all the people who play the flute and harp.

In Israel's worship music plays an important role 1 Chronicles 15:16,"David commanded the leaders of the Levites to assign various Levites to sing and to play joyful music on harps and cymbals.... So all the Israelites accompanied the Covenant Box up to Jerusalem with shouts of joy, the sound of trumpets, horns, and cymbals, and the music of harps.

And 2 Chronicles 29:25, 28 "The king followed the instructions that the LORD had given to King David through Gad, the king's prophet, and through the prophet Nathan; he stationed Levites in the Temple, with harps and cymbals... Everyone who was there joined in worship, and the singing and the rest of the music continued until all the sacrifices had been burned.

As well as with Luke 2:13-14 that the heavenly army praising God, from several parts of God's word, we can discover that God loves music, so in His people worship and worship music is always there. This shows that God loves gifts of music that is played well and with sincerity of heart. He wanted and missed rejoice with His children. God dwells on the praises of Israel (Psalm 22:4).

The power of God is also expressed through music (1 Samuel 16:14-23). David playing the harp well, and through it the evil spirit out of Saul.
There are two important elements in which God reveals His power:

First, the attitude and the way we played there we really play for the glory of God's name? or are we just playing and not serious in any of our church services?

Second, how people play, attitude and relationship with God. Two things are very important, so that the power of God is revealed and glorified the Father in Heaven.

For us there is no middle ground or compromise, if we are involved with the music or songs that do not glorify God so take a decision to repent and leave this bad habit before it was time the judgments of God are eternal, our task now is to restore music to the purpose and intent actually, the music comes from God which can be used by Satan to bring people away from God and blaspheming God.
Therefore even let you selectively reject firmly and accurately pergunakanlah music, the aim is that the word of God can be communicated clearly and glorified the Father in Heaven.














Musik Dari Sorga

Musik adalah pemberian/ciptaan Allah, hal mendasar dari yang kita perhatikan ialah kebenaran Firman Allah dalam Alkitab. Allah adalah pencipta Alam semesta dan itu termasuk musik yang ada didunia ini, dimana ada ritme yaitu gerakan dari kalimat musik sebagai kesatuan. Musik tanpa ritme hanya melodi saja sama dengan tenda yang tidak ada kerangkanya, ritme itulah yang menghidupkan musik atau lagu.

Demikian juga dengan melodi; suatu rangkaian kesatuan dan paduan dari nada serta interval-interval (jarak waktu) yang dibentuk sebagai kesatuan begitu juga dengan harmoni yaitu suatu keselarasan antara nada yang satu dengan nada yang lain.
Mengapa hal itu boleh terjadi? apakah ini hanya suatu kebetulan? tentu tidak bukan! hal ini terjadi karena ada penciptanya yaitu Dia, Allah pencipta musik. Alkitab juga menunjukkan awal terjadinya musik (Kejadian 4:21) Yubal disebut sebagai bapak semua orang yang memainkan seruling dan kecapi.

Dalam ibadah bangsa Israel musik memegang peranan penting, 1 Tawarikh 15:16 mengatakan: "Daud memerintahkan para kepala orang Lewi itu, supaya mereka menyuruh berdiri saudara-saudara sepuak mereka, yakni para penyanyi, dengan membawa alat-alat musik seperti gambus, kecapi dan ceracap, untuk memperdengarkan dengan nyaring lagu-lagu gembira" bahkan pada ayat 28 "Seluruh orang Israel mengangkut tabut perjanjian TUHAN itu dengan diiringi sorak dan bunyi sangkakala, nafiri dan ceracap, sambil memperdengarkan permainan gambus dan kecapi".

2 Tawarikh 29:25, Ia menempatkan orang-orang Lewi di rumah TUHAN dengan ceracap, gambus, dan kecapi sesuai dengan perintah Daud dan Gad, pelihat raja, dan nabi Natan, karena dari TUHAN-lah perintah itu, dengan perantaraan nabi-nabi-Nya.... Seluruh jemaah sujud menyembah sementara nyanyian dinyanyikan dan nafiri dibunyikan. Semuanya itu berlangsung sampai korban bakaran habis terbakar (Ayat 28).

Demikian juga halnya dengan Lukas 2:13-14 bahwa tentara Sorgawi memuji Allah, dari beberapa bagian firman Tuhan ini kita dapat menemukan bahwa Allah menyukai musik, sehingga dalam ibadah dan penyembahan umatNya musik selalu ada. Hal ini menunjukkan bahwa Allah menyukai musik yang merupakan pemberianNya yang dimainkan secara baik dan dengan kesungguhan hati. Dia ingin dan rindu bersukacita dengan anak-anakNya. Allah bersemayam diatas puji-pujian orang Israel (Mazmur 22:4).
Kuasa Allah juga dinyatakan melalui musik (1 Samuel 16:14-23). Daud memainkan kecapinya dengan baik dan melalui itu roh jahat keluar dari Saul.
Ada dua unsur penting di mana Allah menyatakan kuasaNya:

Pertama,
sikap dan cara memainkan musik kita adakah kita sungguh-sungguh memainkannya untuk kemuliaan nama Tuhan? ataukah kita hanya main-main dan tidak bersungguh-sungguh dalam setiap ibadah di gereja kita?
Untuk mengundang hadirat Tuhan dalam setiap ibadah, musik memainkan peran penting di dalamnya karena itu sikap dan cara kita dalam memainkan musik sangatlah penting, memainkan musik dengan cara yang tidak benar akan mengacaukan suasana ibadah.

Rasul Paulus mengatakan di dalam 1 Korintus 14:15 Jadi, apakah yang harus kubuat? Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku; aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku, tetapi aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku. Lebih jauh Rasul Paulus mencontohkan bahwa totalitas sikap dan cara kita dalam memainkan musik mencakup roh dan akal budi.

kedua, bagaimana orang memainkannya, sikap hati dan juga hubungan kita dengan Allah.
Sikap hati atau hubungan kita yang baik dengan Allah akan membuat musik itu akan terasa menyatu dalam hadirat Tuhan, jika hubungan kita dengan Tuhan tidak baik maka kita tidak akan merasakan sesuatu yang luar biasa dalam musik, kita masih bisa memainkan musik tapi untuk membawa hadirat Tuhan hadir dalam ibadah akan terasa sangat berat .

Dua hal ini sangat penting, sehingga kuasa Allah dinyatakan dan Bapa di Sorga dimuliakan.
Bagi kita tidak ada jalan tengah atau kompromi, jika saat ini kita terlibat dengan musik atau nyanyian yang tidak memuliakan Allah maka ambillah keputusan untuk bertobat dan tinggalkan kebiasaan buruk ini sebelum tiba waktunya penghakiman Allah yang kekal, tugas kita sekarang adalah mengembalikan musik pada tujuan dan maksud yang sebenarnya, musik berasal dari Tuhan yang dapat dipakai oleh Iblis untuk membawa manusia jauh dari Allah dan menghujat Allah.

Sebab itu hendaklah saudara selektif bahkan menolak dengan tegas dan pergunakannlah musik secara tepat, tujuannya adalah agar firman Tuhan dapat disampaikan dengan jelas dan Bapa di Sorga dimuliakan.