Daging dan Roh

“Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera, sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah” (Roma 8:6-8).
Adalah benar bahwa semua daging harus mati dalam hadirat kemuliaan-Nya, adalah benar juga bahwa semua yang berasal dari Roh akan hidup selamanya dalam kemuliaan-Nya. Kita adalah umat yang menginginkan kehidupan kekal selamanya, tetapi harus ada bagian dari daging kita yang mati terlebih dahulu.

Daging kita yang menahan kita untuk berdiri dihadapan kemuliaan Tuhan, dengan demikian kita terperangkap dalam suatu pergumulan yang tiada habisnya antara daging dan roh. Inilah waktunya bagi kita untuk maju terus dan berkata kepada-Nya, “Tuhan, aku ingin melihat kemuliaan-Mu.”
Allah berkehendak untuk menyatakan diri-Nya kepada kita, Dia ingin memakai kita, hal tersebut bukanlah suatu berkat murahan, tetapi lebih dahulu kita harus terbaring dan mati. Dia dapat datang mendekat kepada kita sejauh mana kita rela mati, Allah sedang berusaha mendefenisi ulang apa yang kita sebut dengan “gereja”. Dia sedang mencari orang-orang yang rindu memburu hati Tuhan.

Dia menginginkan suatu gereja model Daud yang berkenan di hadapan-Nya, kita dapat saja hanya mencari berkat-Nya atau kita dapat mengatakan “aku tidak hanya menginginkan berkat-berkat, terlebih aku menginginkan Engkau, aku menginginkan Engkau datang mendekat, menjamah mataku, menjamah hatiku, menjamah telingaku dan mengubahkan aku, Tuhan”.

Kita perlu berdoa untuk suatu terobosan, tapi kita tidak dapat berdoa untuk suatu terobosan sebelum kita meremukan diri kita sendiri, terobosan hanya terjadi melalui orang-orang yang remuk hatinya yang tidak mengejar ambisi mereka sendiri, tetapi yang mengejar maksud-maksud Tuhan.

Kebangunan rohani harus dimulai dari gereja kita sebelum menjangkau masyarakat yang lebih luas karena api tidak turun atas mezbah yang kosong, harus ada korban di atas mezbah agar api dapat turun. Jika kita menginginkan Api Tuhan, kita harus menjadi bahan bakar Tuhan. Kita perlu merangkak di atas mezbah dan berkata; “Tuhan apapun harganya, aku meletakkan diriku di atas mezbah dan memohon kepadaMu untuk membakar aku dengan Api-Mu, Tuhan.”

Kita akan bisa melihat dan merasakan kedahsyatan Tuhan ketika Dia melawat kita dalam urapan-Nya yang ajaib sehingga kita akan dipulihkan, dibentuk menjadi bejana-bejana yang layak dihadapan Tuhan untuk kemuliaan nama Tuhan.
2 Tawarikh 7:14 mengatakan; “Dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari surga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka”.

Jadi jika kita berkurang, maka Dia dapat bertambah, kekurangan kita berarti kelebihan Dia. Yohanes Pembaptis cukup bijaksana untuk mengakui bahwa Dialah Pemberi semua karunia dan kemampuan. Dia berkata; “Tidak ada seorang pun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari surga” (Yohanes 3:27b).
Pada dasarnya jika aku semakin berkurang, maka ada ruang yang lebih besar lagi bagi Dia untuk semakin bertambah. Semakin saya mati, semakin dekat Dia kepada saya.



Tidak ada komentar: