Children Who Lost Career

Supernatural things of God will happen to us in only one way that is, when the priest and the servants crying in between the porch and the altar and cried out to Jesus Christ, "Save the people."
There are no shortcuts to spiritual awakening or coming of His presence. The glory of God only comes when the conversion of hearts and made us smash knees, because his presence demanded purity and only the people who kill his flesh can see the face of God.
We can not expect other people to repent in earnest if we are not willing to continually walk in repentance.
The world has tired of listening to the churches that arrogant, with sermons that look good from behind the pulpit high with topics about conversion as a lot of hypocrisy in the church occurred.

What we need is to come up with a broken heart and confess we have problems and want to say I want to repent of my sins and we'll see how many people will start crawling out of cracks in society when they see the church repent! It is serious enough to be aware of is that we do not have enough bread of His presence because we do not want to come to collapsed under his feet.

Our churches filled with "the lost son's career" a more loving Father goods than their Father. Sometimes we come to eat the shirt is not seeking the Father's family, but to beg and persuade him to give all that is in his house that was promised to be our property, and said I wanted all those gifts, I want the best, thanks to a full and even overflowing, I want all of it was mine. In Luke 15:11 Jesus said: "There's a has two sons, the youngest said to his father: Father, give me a part of our property that come to me. Then his father to distribute the property among them."

Ironically, thanks to the Father who had financed the trip was the lost child to stay away from the face of the Father! And through the heart of poverty consciousness, he moved back to the embrace of the Father, Luke 15:13-17 says: "A few days later the younger son sold all his share and went to a distant country. There he wasted his property with a living spree. After he spent everything, a famine arose in that country and he began to be protracted, and then he went and worked for an employer in the country. The man told him to the fields to keep the pig.
Then he wants to fill his belly with the husks the pigs were eating, but no one would let him, then he realized it, he said: How many people my father hired an abundant food, but I'm here to die of starvation.

Perhaps we never use the blessings that God has given to us to finance our trip leaving Christ as the center of our lives. Arrive at a certain point where we deny the existence of the world and we can no longer survive even we had a wonderful time difficult and constant struggle that makes us slumped to lose hope, because there was no fellowship with God we can not even feel anymore His presence.

Recovery or revival will happen if we want to come to Him and fell at His feet in repentance was: "I'll get up and go to my father and said to him: Father, I have sinned against heaven and against fathers, I am no longer worthy children mentioned the father; treat me as one of his father's wage. So he rose up and went to his father.

The world may hate and reject us, but our God is a God full of mercy: "When he was away, his father saw him, and was moved with pity. His father ran to get him and then embraced and kissed him. The boy said to him: Father, I have sinned against heaven and against the father, I am no longer worthy father mentioned child. But the father said to his servants: Quick let's take it to the best robe, was put on him and put a ring on his finger and sandals on his feet. And take that fat calves, he is hamstrung and let us eat and rejoice. "
How deeply we have fallen? how far we have left him? red how our sins before Him? He is a faithful God who is always waiting for us to come back to Him.


Karier Anak Yang Terhilang

Hal-hal adikodrati dari Allah akan terjadi kepada kita hanya dengan satu cara yaitu ketika imam dan para pelayan menangis di antara serambi dan mezbah dan berseru kepada Yesus Kristus, “Selamatkanlah orang-orang itu.”
Tidak ada jalan pintas bagi kebangunan rohani atau kedatangan hadirat-Nya.
Kemuliaan Tuhan hanya datang ketika pertobatan dan keremukan hati membuat kita jatuh berlutut, karena hadirat-Nya menuntut kemurnian dan hanya orang yang mematikan kedagingannya yang dapat melihat wajah Tuhan. Kita tak dapat mengharapkan orang-orang lain untuk bertobat dengan sungguh-sungguh jika kita tidak rela untuk secara terus menerus berjalan dalam pertobatan.
Dunia telah bosan mendengarkan gereja-gereja yang sombong, dengan khotbah-khotbah yang kelihatan bagus dari balik mimbar yang tinggi dengan topik-topik tentang pertobatan sementara banyak terjadi kemunafikan dalam gereja.

Apa yang kita perlukan adalah datang dengan hati yang hancur dan mengaku kita memiliki masalah-masalah dan mau berkata saya mau bertobat dari dosa-dosa saya dan kita akan melihat jumlah orang yang akan mulai merangkak keluar dari celah-celah masyarakat ketika mereka melihat gereja bertobat! Hal yang cukup serius yang harus diperhatikan adalah kita tidak memiliki cukup roti hadirat-Nya karena kita tidak mau datang untuk tersungkur dibawah kaki-Nya.

Gereja-gereja kita dipenuhi dengan “karier anak yang terhilang” yang lebih mengasihi barang-barang Bapa daripada Bapa mereka. Kadang kala kita datang ke meja makan keluarga bukan mencari Bapa, tetapi untuk mengemis dan membujuk Dia supaya memberikan segala sesuatu yang ada dalam rumah-Nya yang dijanjikan menjadi hak milik kita, dan berkata saya ingin semua karunia-karunia itu, saya menginginkan bagian yang terbaik, berkat yang penuh bahkan melimpah, saya ingin semua itu menjadi milik saya.

Dalam Lukas 15:11 Yesus berkata lagi: “Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki, kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka.”
Ironisnya, berkat Bapalah yang membiayai perjalanan anak yang terhilang itu untuk menjauhi wajah Bapa! Dan melalui kesadaran kemiskinan hatinya, ia digerakkan kembali kepada pelukan Bapa, Lukas 15:13-17 mengatakan: “Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh.

Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan ia pun mulai melarat, lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya.
Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorang pun yang memberikannya kepadanya, lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan.

Mungkin kita pernah menggunakan berkat-berkat yang Tuhan berikan kepada kita untuk membiayai perjalanan kita meninggalkan Kristus sebagai pusat hidup kita. Sampai pada suatu titik tertentu dimana dunia menolak keberadaan kita dan kita tidak bisa lagi bertahan bahkan kita mengalami masa-masa yang sulit dan pergumulan yang tiada henti yang membuat kita terpuruk sampai kehilangan harapan, karena tak ada lagi persekutuan dengan Tuhan bahkan kita tidak bisa merasakan lagi hadirat-Nya.

Pemulihan atau kebangunan rohani akan terjadi apabila kita mau datang kepada Dia dan tersungkur di kaki-Nya dalam pertobatan yang sungguh: “Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya.

Dunia boleh membenci dan menolak kita, tetapi Allah kita adalah Allah yang penuh dengan kasih setia: “Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa. Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya.Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita.”
Seberapa dalam kita telah jatuh? seberapa jauh kita telah meninggalkan-Nya? Seberapa merah dosa kita dihadapan-Nya? Dia adalah Allah yang setia yang selalu menanti kita untuk datang kembali kepada-Nya.


Christian Internationalism

This vision of the apostle Paul described comprehensively and in detail in a famous sermon in which he addressed to the Greek philosophers in Athens (Acts 17:22-31). Ancient Athens was the center of ethnic pluralism, cultural, and religious. Since the 5th century BC, Athens was a very important city-state in Greece, and when combined become part of the Roman empire, Athens became one of the most prominent metropolitan cities around the world.

In relation to religious life, is easy to listen to Paul's comment that the population of Athens was "very religious", because according to a satirist (a satiric), it is easier to see a god in Athens than a man. The city was filled with sacred temples, altars, symbols and statues of the gods.
Then how the apostle Paul's attitude toward the situation multiracial, multicultural, and multireligious this?

The first, he proclaimed the unity of the human race, or God as the God of creation. God is the Creator and Lord of the earth and all its contents. He who gives to all human beings live and breath and everything they needed. From one man He made all nations to inhabit the whole earth, so they seek Him and find Him, though He is not far from our own. "For in Him we live, we move, we're there and we are His offspring." From the image of God as creator, maintainer, and the father of all mankind.

Although in terms of close personal relationships, God is the Father of those who was adopted as a member of his family solely on the basis of grace, but in a broader sense of God is the Father of all mankind, because all men are his descendants - that is, which exists because created by him - and all mankind is our brother, because both were created by him and a picture with him, in his view we are all equal in worth and dignity and therefore have the same rights to be respected and given fair treatment.

The second, Paul proclaimed the cultures of ethnic diversity, or God as the Lord of history. The living God not only made all peoples, from one person to inhabit the whole earth. but the seasons for them and the boundaries of their habitation (Acts 17:26). So the age and residence of the nations in God's hands. Culture is a natural complement. The 'natural' it is everything that comes from God and we have inherited, they are 'cultural' is man-made and studied.
Culture is a mixture of beliefs, values, customs and institutions developed by each community and passed on to the next generation. Dubious human culture is the (dubious), humans are creatures of God, then in the culture there are a variety of beauty and goodness, but because he has fallen into sin, then everything in the culture tainted by sin.

The third, Paul proclaimed the finality of Jesus Christ, or God as the God of revelation. He ended his sermon with God's call for universal repentance in connection with the coming of universal justice, or judge whose day has been ordained by God (Acts 17:30, 31). Paul refused to remain silent on religious pluralism of the people of Athens, worship of idols in the city was very sad heart (Acts 17:16) because it was a blasphemy against the God of life. So he cried out to the people of Athens had to repent and turn from their idols to Christ.

Our willingness to accept diversity respectful cultures do not automatically imply acceptance of the same to religious pluralism / diversity of religions. Special richness of each culture and its uniqueness, it must be appreciated but not including the worship of idols which may be hidden behind the skill as a culture we must accept.
For us there can never compete with Jesus Christ, because we believe that God has spoken in full and final settlement through Him and that He is the only Savior who died and rose again and someday will come to judge the world.

Fourthly, Paul proclaimed the glory of the church of Christ, or God as the God of salvation. Preaching that Jesus died and rose again to create new people and be reconciled to God is very clear, with the birth of the church then the flow of history has been played back. Old Testament is the story about the scattering of humans who, on the distribution of nations, of disputes with each other. But the New Testament is the story of the unification of nations into a single international community.

Acts 17:34, tells us that some people into believing them Dionysius the Areopagus council members (the oldest in the court of Athens, dating back to the legend), and a woman named Damaris and others along with them.
So this is where the core of the new society, where men and women of all ages, from all racial origins, cultural, and social, find their unity in Christ. Because God made all nations and determine the age and residence of each as well as He calls us to a new internationalism that is the call of Christian internationalism that does not mean our commitment to Him and His church will abolish our nationality, we will not lose our masculinity or feminine, while specificity of racial, national, social, and sexual us remains intact, it is no longer separated us, all the specificity that has been raised to the uniqueness of us as a family of God (Galatians 3:8).
Through Him we have been called by God into a new unity and, more broadly.


Internasionalisme Kristiani

Visi ini diuraikan rasul Paulus secara menyeluruh dan terinci dalam khotbahnya yang terkenal yang dialamatkannya kepada para filsuf Yunani di Athena (Kisah Rasul 17:22-31). Athena purba merupakan pusat pluralisme etnik, kultural, dan religius. Sejak abad ke-5 sM, Athena adalah negara kota yang sangat penting di Yunani, dan ketika digabungkan menjadi bagian dari kerajaan Romawi, Athena menjadi salah satu kota metropolitan yang sangat terkemuka di seluruh dunia.

Sehubungan dengan kehidupan beragama, adalah mudah menyimak komentar Paulus bahwa penduduk Athena “sangat religius”, sebab menurut seorang satirist (seorang yang suka menyindir), adalah lebih mudah menemui seorang dewa di Atena dari pada seorang manusia. Kota itu penuh dengan kuil keramat, altar, lambang dan patung dewa-dewa.
Lalu bagaimana sikap rasul Paulus terhadap situasi multirasial, multikultural, dan multireligius ini?

Yang pertama, ia memproklamasikan kesatuan ras manusia, atau Allah sebagai Tuhan atas ciptaan. Allah adalah khalik dan Tuhan atas bumi dan segenap isinya. Ia yang memberikan kepada semua makhluk manusia hidup dan nafas mereka dan segala sesuatu yang dibutuhkan. Dari satu orang Dia telah menjadikan semua bangsa, untuk mendiami seluruh muka bumi, supaya mereka mencari Dia dan menemukan Dia, walaupun Ia tidak jauh dari kita masing-masing. “Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada dan kita adalah keturunan-Nya”. Dari gambaran tentang Allah sebagai pencipta, pemelihara, dan Bapak dari seluruh umat manusia.

Meskipun dalam arti hubungan pribadi yang akrab, Allah adalah Bapak dari mereka yang Ia angkat sebagai anggota keluargaNya semata-mata atas dasar anugerah, namun dalam arti lebih luas Allah adalah Bapak dari seluruh umat manusia, karena semua manusia adalah keturunanNya – artinya, yang ada karena di ciptakan oleh Dia – dan semua manusia adalah saudara kita, karena sama-sama diciptakan oleh Dia dan segambar dengan Dia, maka dalam pandanganNya kita semua setaraf dalam nilai dan martabat dan karena itu memiliki hak yang sama untuk dihormati dan diberikan perlakuan yang adil.

Yang kedua, Paulus memproklamasikan kebhinekaan kultur-kultur etnik, atau Allah sebagai Tuhan atas sejarah. Allah yang hidup bukan saja telah menjadikan semua bangsa dari satu orang untuk mendiami seluruh muka bumi. melainkan musim-musim bagi mereka dan batas-batas kediaman mereka (Kisah Rasul 17:26). Jadi zaman dan tempat tinggal bangsa-bangsa ada dalam tangan Allah. Kultur adalah komplemen alam. Yang ‘alami’ itu adalah segala sesuatu yang datangnya dari Allah dan kita warisi, sedang ‘kultural’ adalah buatan manusia dan yang dipelajari.

Kultur adalah campuran kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, adat kebiasaan dan lembaga-lembaga yang dikembangkan oleh setiap masyarakat serta diteruskan kepada generasi berikutnya. Kultur manusia adalah Dubious (bersifat meragukan), manusia adalah makhluk ciptaan Allah, maka dalam kulturnya terdapat berbagai keindahan dan kebaikan tetapi karena ia telah jatuh ke dalam dosa, maka segala sesuatu dalam kulturnya tercemar oleh dosa.

Yang ketiga, Paulus memproklamasikan finalitas Yesus Kristus, atau Allah sebagai Tuhan atas penyataan. Ia mengakhiri khotbahnya dengan panggilan Allah untuk pertobatan universal sehubungan dengan peradilan universal yang mendatang, yang harinya maupun hakimnya sudah ditetapkan Allah (Kisah Rasul 17:30, 31). Paulus menolak berdiam diri terhadap pluralisme religius orang-orang Athena, pemujaan patung-patung berhala di kota itu amat menyedihkan hatinya (Kisah Rasul 17:16) karena itu sebagai hujatan terhadap Allah yang hidup.
Sebab itu ia berseru kepada orang-orang Athena itu supaya bertobat dan berpaling dari patung-patung berhala mereka kepada Kristus. Kesediaan kita penuh hormat menerima kebhinekaan kultur-kultur tidak otomatis mengimplikasikan penerimaan yang sama terhadap pluralisme religius/kebhinekaan agama-agama. Kekayaan khusus masing-masing kultur dan keunikannya, memang harus dihargai namun bukan termasuk penyembahan kepada berhala yang mungkin tersembunyi dibalik kebolehannya sebagai kultur yang harus kita terima.

Bagi kita pantang ada yang bisa menyaingi Yesus Kristus, sebab kita percaya bahwa Allah telah berfirman secara penuh dan final melalui Dia dan bahwa Dialah Juruselamat satu-satunya, yang telah mati dan bangkit kembali dan suatu hari kelak akan datang menjadi Hakim dunia.
Yang keempat, Paulus memproklamasikan kemuliaan gereja Kristus, atau Allah sebagai Tuhan atas keselamatan. Pemberitaan bahwa Yesus mati dan bangkit kembali untuk menciptakan umat yang baru dan diperdamaikan dengan Allah memang sangat jelas, dengan lahirnya gereja maka arus sejarah telah diputar balik.

Kitab Perjanjian Lama adalah kisah tentang manusia yang diserakkan, tentang penyebaran bangsa-bangsa, tentang perselisihan satu sama lain. Tapi Kitab Perjanjian Baru adalah kisah tentang pemersatuan bangsa-bangsa menjadi suatu masyarakat internasional yang tunggal.
Kisah Rasul 17:34, menceritakan bahwa beberapa orang menjadi percaya diantaranya Dionisius anggota majelis Areopagus (lembaga pengadilan paling tua di Athena berasal dari zaman legenda), dan seorang perempuan bernama Damaris dan juga orang-orang lain bersama dengan mereka.

Jadi disinilah inti masyarakat yang baru itu, di mana pria dan wanita dari segala usia, dari segala asal muasal rasial, kultural, dan sosial, menemukan kesatuan mereka dalam Kristus. Karena Allah yang menjadikan semua bangsa dan menetapkan zaman dan kediamannya masing-masing sekaligus juga Ia memanggil kita untuk suatu internasionalisme baru yaitu internasionalisme Kristiani.

Panggilan itu bukan berarti komitment kita kepadaNya dan gerejaNya akan menghapuskan nasionalitas kita, kita tidak akan kehilangan kemaskulinan atau kefeminiman kita sementara kekhususan rasial, nasional, sosial, dan seksual kita tetap utuh, semua itu tidak lagi memisah-misahkan kita, semua kekhususan itu telah terangkat ke dalam ketunggalan kita sebagai keluarga Allah (Galatia 3:8). Melalui Dia kita telah dipanggil Allah kedalam suatu persatuan yang baru dan lebih luas lagi.