Kematian Daging

Satu tahun sekali imam besar Israel akan meninggalkan rumah dengan hati yang berat, untuk masuk dalam kemah pertemuan. Orang-orang Yahudi sangat berhati-hati dalam hal mencegah kecemaran terjadi sehingga imam besar tidak diizinkan untuk tidur semalam sebelum dia melintasi tabir bait Allah, sementara imam-imam yang lain terus membacakan hukum taurat kepadanya supaya dia tidak, secara tidak sengaja, mencemarkan dirinya sendiri melalui mimpi di malam hari.

Secara alegoris ketika saatnya tiba, imam besar akan berhati-hati mencelupkan jarinya ke dalam darah yang hangat dari korban kambing atau domba dan memoleskan pada daun telinganya, ibu jari dan tumit-tumitnya. Secara simbolis dia sedang menampilkan dirinya sebagai orang yang mati supaya dia dapat mendekat pada kemuliaan Tuhan dan tetap hidup, selanjutnya dia harus mengambil tempat perbaraan yang berisi bara api yang panas di dasarnya.

Imam itu akan mengambil segenggam ukupan dari wangi-wangian dan meletakkannya di atas bara api tersebut yang kemudian menciptakan segumpal asap tebal yang berbau wangi. Imam akan menempatkan perbaraan tersebut di bawah tabir dan mengipasinya sampai asap memenuhi ruang Mahasuci, kemudian dia akan mengangkat lipatan dasar dari tabir yang berat itu dan merangkak masuk ke ruang Mahasuci dengan takut dan gemetar, disertai dengan harapan besar agar dapat kembali dengan hidup.
Gumpalan asap itu merupakan sistem perlindungan yang terakhir untuk melindungi dagingnya dari kekudusan Tuhan, imam-imam dari garis keturunan Harun mengetahui bahwa Tuhan adalah kudus dan sementara manusia tidak, mereka memahami bahwa daging akan segera binasa jika ia bertemu dengan kemuliaan Tuhan tanpa pengaman atau selubung.

Dari generasi ke generasi orang-orang Kristen telah berdoa supaya Tuhan datang mendekat kepada mereka tapi apa yang Tuhan inginkan adalah “Jika engkau ingin mengenal-Ku, maka segala segala sesuatu harus mati terlebih dahulu.” Tuhan tidak dapat mengunjungi daging yang masih hidup karena itu berbau duniawi. Dia hanya dapat mengunjungi daging yang mati, itulah sebabnya pertobatan dan keremukan hati yang merupakan konsep Perjanjian Baru yang sejajar dengan kematian membawa manifestasi hadirat Tuhan menjadi lebih dekat lagi.

Tetapi mungkin kita lebih sering menghindari pertobatan sebab kita tidak pernah suka akan aroma kematian, membuat kedagingan kita mati adalah hal yang paling berat untuk kita lakukan, karena kesukaan akan segala hal yang menyenangkan di dunia ini sering membuat kita lupa bahwa kita sudah diundang oleh Allah untuk masuk dalam kemuliaan Tuhan, lewat persekutuan dengan Roh Kudus.
Hal-hal yang disukai oleh Tuhan dan hal-hal yang kita sukai hampir selalu merupakan dua hal yang berbeda. Seperti, kita sering mengatur kebaktian-kebaktian sedemikian rupa sehingga menjadi kebaktian-kebaktian yang menyenangkan hati manusia, menyenangkan kedagingan kita, kita mengaturnya untuk menggelitik telinga orang dalam khotbah-khotbah yang lucu, bahkan kita menginginkan jemaat memiliki daftar hiburan tingkat tinggi, supaya mereka tidak meninggalkan kita.

Tidak peduli siapapun kita, apapun yang telah kita kerjakan atau tradisi gereja apapun yang kita pegang, satu-satunya jalan untuk melewati tabir itu adalah melalui kematian daging kita. Kematian dalam pertobatan yang sungguh dan keremukan hati di hadapan Tuhan akan mengizinkan Dia untuk mendekat kepada kita, Rasul Paulus berkata dalam 1 Korintus 13:12, “Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.”
Pada saat itu kita akan mengenal siapa Tuhan dalam ukuran yang penuh, dalam cara yang sama Dia mengenal juga siapa kita dalam ukuran yang penuh, karena tidak ada apapun yang dapat hidup dalam hadirat-Nya tanpa kesucian, satu-satunya hal yang fana yang dapat tetap hidup dan berdiri dalam pernyataan hadirat-Nya adalah daging yang mati yaitu manusia yang dalam pertobatan yang sungguh dan penuhi dengan hati yang hancur dihadapan Tuhan.


Tidak ada komentar: