Apakah Cinta itu?

Pertanyaan ini bergema selama berabad-abad dan hingga kini belum ada jawaban yang tepat. Apakah cinta itu adalah hasrat pencarian diri sebagaimana yang digambarkan dalam puisi: “Cinta hanya mencari kesenangan diri semata” atau cinta adalah sikap pengorbanan diri sebagaimana yang digambarkan oleh Rasul Paulus: “Kasih menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu?”

Apapun juga cinta itu, tidak mudah untuk dimengerti sebab cinta adalah suatu campuran yang aneh dari hal-hal yang bertentangan yang di dalamnya terkandung kasih sayang, kemarahan, kegairahan dan kebosanan, kestabilan dan perubahan, pembatasan dan kebebasan. Paradoks cinta yang paling mendasar adalah bahwa dua menjadi satu, namun tetap dua. Cinta bagaikan sebuah segitiga, memiliki tiga sisi, yaitu: Gairah (Passion), Keintiman (Intimacy), dan Komitment (Commitment).

Gairah, sisi pendorong dalam segitiga itu adalah gairah, getaran perasaan yang mendorong kita untuk bercinta. Gairah bersifat sensual dan seksual, ditandai oleh rangsangan fisiologis dan suatu keinginan yang besar akan kasih sayang yang dinyatakan secara fisik. Kitab Kidung Agung menceritakan cinta yang bersifat fisik antara seorang laki-laki dan perempuan dalam syair yang penuh gairah: “Kiranya ia mencium aku dengan kecupan! Karena cintamu lebih nikmat daripada anggur” (Kidung Agung 1:2).

Namun gairah juga bersifat memiliki, mendorong timbulnya suatu daya tarik yang terbatas pada obsesi, gairah mendorong pasangan kesuatu tingkat kesenangan yang berlebihan, ketitik dimana mereka tidak dapat lagi dipisahkan. Pada tahap ini, hubungan-hubungan yang lain bahkan tidak dipertimbangkan lagi.

Keintiman, sisi emosional dari segitiga cinta itu adalah keintiman. Cinta tanpa keintiman hanyalah sebuah khayalan yang disebabkan oleh pengaruh hormon. Seseorang tidak dapat mengingini orang lain untuk waktu yang lama tanpa benar-benar mengenal orang itu. Keintiman memiliki kualitas sebagai “teman baik” atau “teman hidup”.
Kita semua menginginkan ada seseorang yang mengenal kita lebih daripada orang lain – dan tetap mau menerima kita, dan kita ingin ada seseorang yang tidak menyembunyikan apapun juga kepada kita, seseorang yang mempercayakan rahasia-rahasia pribadinya kepada kita.

Keintiman mengisi kerinduan hati kita yang terdalam akan kedekatan dan penerimaan.
Mereka yang telah berhasil membangun suatu hubungan yang intim mengetahui kekuatan dan keindahan hubungan itu, tetapi mereka juga mengetahui bahwa tidaklah mudah menanggung resiko-resiko emosional yang diperlukan untuk timbulnya keintiman. Tanpa pemeliharaan yang telaten, keintiman akan layu.

Tidak adanya keintiman adalah musuh utama dari pernikahan, karena jika dua orang tidak saling mengenal secara mendalam, mereka tidak dapat menyatu atau dipersatukan menjadi apa yang disebut Alkitab sebagai “satu daging” Tanpa keintiman mereka akan terkurung dan sendirian sekalipun mereka hidup di bawah atap yang sama, timbulnya cinta tergantung pada kedekatan, saling membagi, komunikasi, kejujuran, dan dukungan. Bila dua hati saling memberi satu dengan yang lainnya, pernikahan menyediakan ekspresi keintiman yang paling dalam dan paling radikal.

Komitmen, sisi kognitif dan kemauan dari segitiga cinta itu adalah komitmen, komitmen memandang ke masa depan yang tidak terlihat dan berjanji akan berada di sana – hingga akhir hayat. Komitmen menciptakan sebuah kepastian di tengah ketidakpastian. Sebagai tempat menambatkan pernikahan, komitment menjaga cinta terhadap pasangan kita saat gairah kita menjadi redup dan masa-masa sulit terasa sangat berat juga ketika nafsu amarah menguasai kita.
Komitmen berkata: “saya mencintaimu apa adanya, bukan karena apa yang engkau perbuat atau apa yang saya rasakan” ini menggambarkan janji pernikahan sebagai suatu anugerah: “total, pasti, tanpa pamrih…sebuah komitmen pribadi dan tidak dapat diubah.” Daya tahan cinta dan kesehatan suatu pernikahan sangat bergantung pada kekuatan komitmen.

Gairah, keintiman, dan komitmen adalah unsur-unsur yang panas, hangat, dan dingin dalam resep cinta. Unsur-unsur ini berbeda-beda, sebab tingkat keintiman, gairah dan komitmen berubah-ubah dari waktu ke waktu dan dari orang ke orang lain. Dapat kita bayangkan kestabilan cinta itu dengan menyadari bagaimana segitiga cinta dapat berubah ukuran dan bentuk bila ketiga komponen cinta itu bertambah atau berkurang. Luas segitiga menggambarkan besarnya cinta.

Keintiman, gairah dan komitmen yang besar akan menghasilkan segitiga yang besar pula, semakin besar segitiga semakin besar cintanya.
Namun bila salah satu sisi dari komponen segitiga cinta itu menjadi lebih panjang dari sisi lainnya, muncullah suatu jenis cinta yang tidak seimbang seperti:

Cinta Romantis, yang terbentuk dari suatu kombinasi antara komponen keintiman dan kegairahan, yaitu daya tarik fisik yang bercampur dengan rasa kepedulian yang mendalam akan tetapi komitmen tidak terlihat dalam cinta romantis ini.
Cinta yang bodoh, dihasilkan dari suatu kombinasi antara kegairahan dan komitmen dan tidak ada keintiman. Cinta ini disebut bodoh karena sebuah komitmen dibuat berdasarkan gairah, tanpa ada unsur yang menstabilkannya yaitu keintiman.
Cinta Persahabatan, muncul dari suatu kombinasi antara keintiman dan komitmen sementara gairah surut kebelakang. Cinta ini pada intinya adalah sebuah persahabatan karib dalam jangka panjang. Hal ini muncul dalam pernikahan di mana daya tarik fisik menjadi kurang penting dibanding dengan rasa aman karena mengenal dan dikenal oleh pasangan kita.

Kadang-kadang pernikahan yang tidak sehat dibangun semata-mata berdasarkan cinta romantis, atau cinta yang bodoh atau cinta persahabatan. Tetapi cinta sempurna dihasilkan dari kombinasi yang utuh dari ketiga komponen cinta: gairah, keintiman dan komitmen.

Mencapai cinta sempurna adalah bagaikan mencapai target kita dalam dalam suatu program pengurangan berat badan untuk pencapaian yang ideal, pencapaian cinta sempurna tidaklah menjamin bahwa cinta itu pasti abadi, cinta abadi dapat dicapai hanya dengan seberapa besar kita menempatkan cinta Tuhan dalam kehidupan cinta kita.

Tidak ada komentar: