Aborsi, Bisa atau Tidak?

Silang pendapat tentang masalah aborsi memang pelik aspeknya bermacam-macam, legal, teologis, etis, sosial dan personal. Masalah itu juga merupakan topik yang sangat emosional, sebab menyentuh liku-liku seksualitas dan reproduksi, dan sering melibatkan dilemma-dilema menyakitkan yang gawat.
Yang menjadi taruhan dalam isu aborsi ini adalah tak kurang dari ajaran iman kita mengenai Allah dan manusia, atau lebih tajam lagi, kedaulatan Allah dan kesucian hidup manusia. Semua orang Kristen percaya bahwa Allah yang maha kuasa adalah satu-satunya pemberi, pemelihara, dan pengambil hidup.

Di satu pihak Dia-lah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang. Alkitab mengatakan: “Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada, seperti yang telah juga dikatakan oleh pujangga-pujanggamu: Sebab kita ini dari keturunan Allah juga.” (Kisah Para Rasul 17:28). Di lain pihak seperti dikatakan pemazmur pada Allah, “Apabila Engkau menyembunyikan wajah-Mu, mereka terkejut; apabila Engkau mengambil roh mereka, mereka mati binasa dan kembali menjadi debu”.(Mazmur 104:29).

Bagi orang Kristen memberi hidup dan mengambil hidup adalah hak prerogatif ilahi, dan meskipun kita tak dapat mengartikan perintah “Kau tidak boleh membunuh” sebagai larangan mutlak, sebab hukum yang sama yang melarang membunuh, membenarkannya juga dalam situasi-situasi tertentu (Misalnya hukuman mati dan perang suci).
Namun pengambilan hidup seorang manusia adalah prerogatif ilahi, yang boleh dilakukan manusia hanya berdasarkan mandat ilahi. Tanpa mandat ini, menghabisi nyawa manusia adalah perbuatan sadis yang tidak ada taranya.

Betapa dini-pun tahap dalam mana janin manusia itu berada, namun semua orang harus mengakui bahwa janin itu hidup dan janin itu adalah manusia, itu sebabnya praktik aborsi mencerminkan penolakan terhadap pandangan Alkitab tentang martabat manusia.
Dasar yang paling kokoh terdapat dalam Mazmur 139, dimana pemazmur mengatakan kekagumannya pada kemahatahuan dan kemahahadiran Allah. Tentang kebesaran Allah itu pemazmur membuat pernyataan-pernyataan penting tentang keberadaan kita sebelum dilahirkan.

“Engkau-lah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku” (Mazmur 139:13) dan sewaktu Ayub menegaskan: “TanganMu-lah yang membentuk dan membuat aku” (Ayub 10:8). Juga pemazmur meneruskan; “Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib, ajaib apa yang Kau-buat” (Mazmur 139:14).
Kesaksian pemazmur adalah tentang hubungan yang datangnya dari pihak Allah dan dipelihara oleh Allah, jadi mungkin paling tepat kalau hubungan itu kita sebut “Perjanjian” suatu perjanjian unilateral, atau perjanjian anugerah yang diprakarsai Allah dan dipertahankan Allah.

Sebab Allah Sang Khalik mengasihi kita dan menghubungkan diri-Nya pada kita jauh sebelum kita dapat menanggapinya lewat suatu hubungan secara sadar dengan Dia dan bukanlah karena kita mengenal Dia, melainkan karena Dia mengenal kita juga bukan karena kita mengasihi Allah, melainkan karena Dia telah mengalirkan kasih-Nya kepada kita.
Dengan demikian maka semua kita adalah yang sudah menjadi suatu pribadi dalam kandungan ibu kita, sebab masih dalam kandungan ibu, kita sudah dikenal dan dikasihi Allah.

1 komentar:

Inspironi mengatakan...

Isu yang muncul dalam mendukung aborsi adalah bahwa setelah pembuahan janin itu belum sepenuhnya manusia. Tapi secara medis sendiri para ahli medis modern mengakui bahwa setelah pembuahan sudah terbentuk yang namanya manusia