Sunat Dalam Gereja

Perjanjian Lama berbicara tentang sunat lahiriah ialah sebagai tanda perjanjian atau meterai, antara Allah dan Abraham serta keturunannya, atas pemberian kebenaran dari Allah, dimana Allah memilih dan menandai orang-orang milik-Nya.

“Firman Allah kepada Abraham: "Dari pihakmu, engkau harus memegang perjanjian-Ku, engkau dan keturunanmu turun-temurun.
Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat; haruslah dikerat kulit khatanmu dan itulah akan menjadi tanda perjanjian antara Aku dan kamu”.( Kejadian 17:9-11)

“Dan tanda sunat itu diterimanya sebagai meterai kebenaran berdasarkan iman yang ditunjukkannya, sebelum ia bersunat. Demikianlah ia dapat menjadi bapa semua orang percaya yang tak bersunat, supaya kebenaran diperhitungkan kepada mereka, dan juga menjadi bapa orang-orang bersunat, yaitu mereka yang bukan hanya bersunat, tetapi juga mengikuti jejak iman Abraham, bapa leluhur kita, pada masa ia belum disunat”. (Roma 4:11-12).

Selain setiap anggota perjanjian diwajibkan menyatakannya secara lahiriah dengan menaati hukum Allah, dengan tegas juga dituntut kepada Abraham “Hiduplah dihadapan-Ku dengan tidak bercela”. (Kejadian 17:1).

Sunat lahiriah menjelmakan, menerapkan janji dan menghimbau orang untuk hidup dalam ketaatan sesuai perjanjian bahwa ada tuntutan yang mahal yang dibuat Allah, yaitu menuntut realitas penerapannya sesuai tanda sunat itu, Firman Tuhan katakan…..Aku menghukum orang-orang yang telah bersunat kulit khatannya…..sebab segala bangsa tidak bersunat dan segenap kaum Israel tidak bersunat hatinya (Yeremia 9:25-26).
Mampukah kita atas tuntutan itu?
Oleh karena itu Tuhan Yesus datang untuk menggenapkan hukum Taurat, “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau Kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya” (Matius 5:17).
Perjanjian Baru dengan tegas dan pasti mengatakan bahwa tanpa ketaatan, sunat lahiriah adalah sia-sia. Dalam Roma 2:23-29 katakan: “Engkau bermegah atas hukum Taurat, mengapa engkau sendiri menghina Allah dengan melanggar hukum Taurat itu? Seperti ada tertulis: "Sebab oleh karena kamulah nama Allah dihujat di antara bangsa-bangsa lain."

Sunat memang ada gunanya, jika engkau mentaati hukum Taurat; tetapi jika engkau melanggar hukum Taurat, maka sunatmu tidak ada lagi gunanya. Jadi jika orang yang tak bersunat memperhatikan tuntutan-tuntutan hukum Taurat, tidakkah ia dianggap sama dengan orang yang telah disunat? Jika demikian, maka orang yang tak bersunat tetapi yang melakukan hukum Taurat, akan menghakimi kamu yang mempunyai hukum tertulis dan sunat, tetapi yang melanggar hukum Taurat.

Sebab yang disebut Yahudi bukanlah orang yang lahiriah Yahudi, dan yang disebut sunat, bukanlah sunat yang dilangsungkan secara lahiriah. Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah”.

“Sunat memang ada gunanya, jika engkau mentaati hukum Taurat; tetapi jika engkau melanggar hukum Taurat, maka sunatmu tidak lagi ada gunanya.
Tanda lahiriah pudar tanpa arti jika dibandingkan dengan menaati perintah-perintah Allah. “Kalau seorang dipanggil dalam keadaan bersunat, janganlah ia berusaha meniadakan meniadakan tanda-tanda sunat itu. Dan kalau seorang dipanggil dalam keadaan tidak bersunat, janganlah ia mau bersunat. Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak penting. Yang penting ialah mentaati hukum-hukum Allah.” (1 Korintus 7:18-19). Jauh sebelum Perjanjian Baru, Firman Tuhan telah katakan dalam Ulangan 10:16 “Sebab itu sunatlah hatimu dan janganlah lagi kamu tegar tengkuk”.

Jadi sunat hati bukan suatu perintah yang baru dalam Perjanjian Baru tapi sudah sejak zaman Perjanjian Lama ketika Musa menerima perintah Tuhan untuk bangsa Israel .
Oleh karena itu kita membutuhkan “Sunat Kristus” atau sunat hati berupa penanggalan akan tubuh yang berdosa yakni suatu perbuatan rohani yang tidak dilakukan oleh tangan manusia tapi suatu hubungan dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya.

Firman Tuhan dalam Kolose 2:13 katakan: “Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita, dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib”.

Semua itu dimeteraikan oleh peraturan penerimaan atas perjanjian baru, “Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa, (Kolose 2:11-12).
Sehingga orang Kristen adalah orang yang bersunat hati, “Kitalah orang-orang bersunat hati, yang beribadah oleh Roh Allah dan bermegah dalam Kristus Yesus dan tidak menaruh percaya kepada hal-hal lahiriah. “Sebab itu sunatlah hatimu dan janganlah lagi kamu tegar tengkuk” (Ulangan 10:16).

Tidak ada komentar: