Setiap visi mempunyai kecenderungan untuk memudar, kerja keras yang dimulai dengan semangat yang berapi-api dapat dengan mudah berubah menjadi kerja rutin yang hampa tanpa makna. Ketika penderitaan dan rasa kesepian mulai menunjukkan pengaruhnya, kita mulai merasa tidak dihargai dan mulai menjadi jenuh, cita-cita Kristiani tentang pelayanan yang rendah hati hanyalah kedengaran indah dalam teori, tapi dalam kenyataan terbukti tidak praktis.
Dan mungkin suatu ketika kita akan berkata: “Kita cari yang cepat saja, meskipun harus berjalan di atas kepala orang lain, dengan cara itu cita-cita akan lebih cepat tercapai”.
Memang, tak bisa diingkari kita adalah yang terdiri dari daging dan darah dan bukan dari batu atau metal, adalah benar bahwa orang yang kuat, kelemahannya juga begitu kuat.
Bahkan pemimpin-pemimpin yang besar dalam cerita-cerita Alkitab memiliki cacat-cacat yang fatal, dan semua itu Alkitab mencatatnya tidak ada satupun yang tersembunyi atau disembunyikan dihadapan Tuhan, sekalipun dia seorang guru, raja, nabi, rasul atau murid-murid dan pengikut Yesus sendiri. Di antaranya: cerita tentang Nuh yang taat kepada hukum adalah peminum “Setelah ia minum anggur, mabuklah ia dan ia telanjang dalam kemahnya” (Kejadian 9:21).
Abraham yang kesetiaannya pada Allah tak ada duanya ternyata sifatnya demikian pengecut sehingga tak segan-segan mempertaruhkan kehormatan istrinya demi keselamatan dirinya. Pada waktu ia akan masuk ke Mesir, berkatalah ia kepada Sarai, isterinya: "Memang aku tahu, bahwa engkau adalah seorang perempuan yang cantik parasnya. Apabila orang Mesir melihat engkau, mereka akan berkata: Itu isterinya. Jadi mereka akan membunuh aku dan membiarkan engkau hidup. Katakanlah, bahwa engkau adikku, supaya aku diperlakukan mereka dengan baik karena engkau, dan aku dibiarkan hidup oleh sebab engkau” (Kejadian 12:11-14).
Dan Musa adalah seorang pemarah, juga tokoh Daud melanggar lima perintah dari daftar kedua hukum Allah yaitu berzinah, membunuh, mencuri, mengucapkan saksi dusta dan menginginkan istri orang (II Samuel 11:2-15), dalam episode tunggal pemberontakan moralnya dalam kasus Batsyeba, selain itu ada Petrus yang sesumbar yang menutupi kepribadiannya yang labil.
Pertanda terakhir seorang pemimpin Kristiani adalah disiplin, bukan saja disiplin dalam arti umum sebagai kemampuan mengendalikan nafsu-nafsu serta mengatur waktu dan tenaga sendiri, melainkan dan istimewa dalam artinya yang khusus, yaitu disiplin untuk berharap hanya pada Allah. Pemimpin Kristiani harus sadar akan kelemahannya, Ia harus tahu bahwa betapa besar tugas yang diembannya dan betapa kuat pihak yang menentangnya, namun ia harus tahu juga betapa tak terhingga kekayaan kasih karunia Allah.
Namun teladan agung kita adalah Tuhan Yesus sendiri, hanya Dia yang memberi kekuatan kepada yang lemah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya, orang-orang muda menjadi lelah dan lesu dan teruna-teruna jatuh tersandung tapi mereka yang menanti-nantikan Tuhan dan menunggu Allah dengan sabar, akan seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah (Yesaya 40:29-31).
Hanya mereka yang mendisiplinkan dirinya untuk mencari wajah Tuhan, yang dapat menjaga visinya tetap bercahaya, dan yang hidup dihadapan salib Kristus, yang api batinnya tetap dinyalakan kembali dan takkan kunjung padam. Pemimpin-pemimpin yang merasa dirinya kuat karena mengandalkan kekuatan sendiri adalah yang paling lemah dari semua orang. Hanya mereka yang tahu dan mengakui kelemahan mereka, dapat menjadi kuat dengan kekuatan yang datangnya dari Kristus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar