Pelayanan berawal di dalam pikiran kita, untuk menjadi seorang pelayan atau hamba dibutuhkan perubahan mental, suatu perubahan di dalam sikap kita. Allah selalu tertarik pada mengapa kita mengerjakan sesuatu ketimbang pada apa yang kita kerjakan. Sikap lebih berarti daripada pencapaian. Raja Amazia kehilangan perkenan Allah karena “Ia melakukan apa yang benar di mata Tuhan, hanya tidak dengan segenap hati.” (2 Tawarikh 25:2).
Para pelayan harus lebih banyak memikirkan orang lain daripada diri mereka sendiri, para pelayan lebih mengutamakan orang lain bukan diri mereka sendiri, inilah kerendahan hati yang sejati, mereka suka lupa pada diri mereka sendiri. Paulus berkata: “dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.”(Filipi 2:4).
Ketika kita berhenti memfokus pada kebutuhan-kebutuhan kita sendiri, kita akan menjadi sadar akan kebutuhan-kebutuhan disekeliling kita. Yesus telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, kapankah kali terakhir kita telah mengosongkan diri kita sendiri demi kebaikan orang lain? Kita tidak bisa menjadi seorang pelayan jika kita penuh dengan diri kita sendiri, hanya bila kita melupakan diri kita sendiri barulah kita melakukan hal-hal yang layak untuk diingat.
Banyak palayanan kita seringkali merupakan pelayanan pada diri sendiri, kita melayani supaya orang lain menyukai kita, supaya dikagumi atau supaya kita mencapai tujuan-tujuan kita sendiri, ini adalah manipulasi bukan pelayanan. Sepanjang waktu kita hanya memikirkan diri kita sendiri tentang betapa menarik serta luar biasanya kita.
Beberapa orang mencoba menggunakan pelayanan sebagai sarana tawar-menawar dengan Allah: “Saya akan melakukan ini bagi-Mu Tuhan, jika Engkau melakukan sesuatu bagiku.”
Pelayan yang sejati tidak berusaha memanfaatkan Allah demi tujuan mereka, tetapi mereka membiarkan Allah memakai mereka untuk tujuan-Nya.
Berpikir seperti seorang hamba atau pelayan memang cukup sulit karena hal tersebut menantang masalah dasar keegoisan kita, sehingga kerendahan hati merupakan pergumulan sehari-hari yang menjadi pelajaran yang harus berulang-ulang kali untuk di ingat dan kita diberikan pilihan untuk memutuskan antara memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita atau kebutuhan orang lain, disini kita dapat melihat bahwa penyangkalan diri merupakan inti dari pelayanan.
Kita dapat mengukur hati pelayan dalam diri kita melalui cara kita memberi respons ketika orang lain memperlakukan kita seperti pelayan, yaitu ketika kita diterima biasa-biasa saja, atau ketika kita diperintah orang lain, atau ketika kita diperlakukan sebagai seorang yang tidak penting. Alkitab mengatakan: “Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil.” (Matius 5:41). Mungkin ada orang yang memanfaatkan kita secara tidak adil, pakailah kesempatan itu untuk melatih kehidupan kita sebagai pelayan-pelayan Tuhan.
Kadangkala uang memiliki potensi terbesar untuk menggantikan Allah di dalam kehidupan kita, lebih banyak orang tidak melayani karena materialime ketimbang karena hal lainnya. Mereka berkata, “Setelah saya mencapai sasaran-sasaran keuangan saya, saya akan melayani Allah.” Ini merupakan keputusan yang salah yang akan di sesali selamanya. Karena bila Yesus yang menjadi Tuan kita dan kita menjadi hamba-Nya, uang akan melayani kita, tapi jika uang yang menjadi tuan kita maka kita akan menjadi budaknya.
Kekayaan bukanlah dosa tapi gagal memanfaatkannya bagi kemuliaan Allah adalah dosa. Allah memakai uang untuk menguji kesetiaan kita sebagai seorang pelayan, cara kita mengelola uang kita mempengaruhi seberapa banyak Allah bisa memberkati kehidupan kita.
Bukan hanya uang yang harus kita waspadai sebagai seorang hamba Tuhan, tapi juga masalah persaingan diantara pelayan-pelayan Allah, hal ini hampir tidak masuk akal tapi ini memang banyak terjadi di dalam pelayanan. Kita semua berada dalam satu team yang sama, sasaran kita ialah membuat Allah menjadi prioritas nomor satu dalam kehidupan setiap orang, bukan sebaliknya kita yang dijadikan nomor satu.
Tidak ada tempat bagi rasa iri hati yang picik di antara para pelayan, ketika Marta mengeluh pada Yesus bahwa Maria tidak membantu bekerja, Marta kehilangan hati pelayan dalam dirinya. Pelayan sejati tidak mengeluh tentang ketidakadilan, dan tidak memiliki hati yang mengasihani diri sendiri, juga tidak membenci mereka yang tidak melayani, mereka hanya mempercayai Allah dan tetap melayani Allah.
Tugas kita bukanlah menilai pelayan-pelayan Tuhan lainnya. Alkitab mengatakan, “Siapakah kamu, sehingga kamu menghakimi hamba orang lain? Entahkah ia berdiri, entahkah ia jatuh, itu adalah urusan tuannya sendiri.” (Roma 14:4).
Allah memakai kita jika kita mulai bertindak dan berpikir seperti seorang pelayan, karena orang yang benar-benar berbahagia hanyalah orang-orang yang telah belajar bagaimana melayani Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar